Halo semua.. Aku baca di stats, ternyata lebih banyak yang minta fanfic ya? Dan umumnya tentang ShinAi atau ShinRan. Ada juga ArRan. Ya udah ini ada fanfic bukan punya saya. Aku hanya copas (copy paste) Ga bakat menulis saya. Bisa diliat di fanfic Semuanya Hilang. Jelek banget kan?
"Kita tidak pernah tahu kapan
dan dimana mereka ada"
Ketika pintu terbuka lebar terpampang
pemandangan yang seumur hidup tidak pernah terbayangkan bahkan dalam mimpi
terburuknya.
"Anak-anak sekalian! Ran
Mouri besok akan mengakhiri masa lajangnya!"
Conan yang membatu hancur lebur jadi
debu.
"Ai-chan suka sama conan-kun
ya?"
Nafasnya sesak- dunia disekelilingnya
seketika menyempit. kotak kue terjatuh dari pangkuan, tangan memegangi dada
yang sakit. Pandangan matanya mulai kabur.
"Apa kau mencintai Ran?"
Shinichi mendengar ancaman yang
selalu berhasil membuatnya ketakutan sejak usia 9 tahun. Ancaman yang bahkan
harus disensor demi menjaga rating cerita ini.
"Kita akan membakar dan
membereskan abunya, seperti kertas ini... Terbakar tanpa sisa"
Ai tersentak. Seluruh indranya
menajam. Bau organisasi tercium samar, terbawa oleh angin dan hujan.
"Kak Gin, kakak yakin dia
ada di sini?"
Malaikat maut mendekat.
"Aku juga mencintaimu"
Ketenangan telah berakhir
"Shuichi Akai!"
Petir menyambar.
"Shiho... jangan mati dulu"
Ran masih menantinya, menanti
Shinichi Kudo.
"Aku... sudah Lelah..."
"Tuhan, jika kau benar
ada, cabut nyawaku, sekarang... saat ini, di tempat ini..."
"!"
Teriakan menjadi lagu pembuka sebuah
kasus.
"Apakah... Sudah...
terlambat?"
Saatnya menyanyikan Requiem
x-x-x-x
Even if I say, It'll be alright
Still I hear you say, You want to end your life
Now and again we try, To just stay alive
Maybe we'll turn it all around
'Cause it's not too late
It's never too late
Still I hear you say, You want to end your life
Now and again we try, To just stay alive
Maybe we'll turn it all around
'Cause it's not too late
It's never too late
x-x-x-x
Edge of Hope on Sunday
Nafas pendek menjelma jadi kepulan awan tipis, lalu menghilang dalam
ketiadaan di ruang luas yang kosong. Suara detak jantung bagai dentang lonceng
kuil, seolah memberi tahu keberadaannya pada pemilik langkah yang berbalut
jubah hitam. Meski kedua tangan mendekap dada telanjangnya, degup jantung gadis
itu tak juga redam. Punggungnya bersandar tanpa daya ke pilar dingin yang
menyembunyikan sosoknya.
Gadis jenius yang setahun lalu tak takut pada apapun, kini tersudut,
merapatkan kain terpal kesekeliling tubuhnya, harap dapat hangatkan tubuhnya
yang menggigil. Tapi kehangatan itu tidak datang, sama seperti harapan akan
datangnya sang penolong.
Langkah-langkah yang berat semakin mendekat.
Di bawah rambut kemerahannya, sepasang mata memandang siluet pria
berjubah,penuh ketakutan dan kengerian yang menghentikan nafasnya. Siluet dari
laki-laki yang terus memburunya. Bayangan keputusasaan menyelimutinya.
"Kudo..." batinnya merintih. Menangis dan menjerit memohon
pertolongan, tapi semua tak terucap. Semua harapan telah hancur sama seperti
handphone yang patah di sampingnya. Senyum lirih tersungging "Tidak...
dia tidak akan-.. dia tidak boleh datang..."
Ya...Pelariannya telah berakhir.
Gadis itu merasakan pandangan malaikat maut menembusnya.
Mengantarkan kematian pada sang penghianat.
Semua
kisah ini berawal dari malam itu. dihari jum'at yang tak kusangka akan membawa
kami pada hari minggu yang sangat panjang dan melelahkan
ALIBI 1
Jumat, 19.45
-Kediaman Keluarga Mouri-
"Jadi..." Conan menekan
kiri dan kanan berkali-kali pada controlernya untuk menghindari jebakan yang
terpasang. "Seminggu ya?"
Tanpa mengalihkan pandangan pada
layar televisi, Ai menyiripkan mata dan menyunggingkan senyum yang bisa membuat
Conan bergidik meski tak melihatnya. "Mau bagaimana lagi, aku kan 'anak
kecil' " Ai menekan lingkaran, x, segitiga dan x lagi untuk memasang
jebakan. "Tak mungkin profesor meninggalkan seorang 'anak kecil' sendirian
di rumah sementara dia mengikuti seminar para penemu di Osaka".
"Tentu saja..." Conan
terkena ranjau darat yang di pasang Ai. "AKH!..."
"Salahmu sendiri berjalan
disitu..." Jari Ai menari-nari di atas controler dengan kecepatan cahaya.
"Jadi...apakah aku telah mengganggu kedamaian sepasang kekasih di kantor
detektif ini?Kalau begitu maaf " suara sinis Ai sama sekali tidak
menyiratkan permohonan maaf. Bahkan dengan sadisnya dia membakar karakter game
Conan sampai gosong dan tak berbentuk lagi.
"Player Conan, YOU ARE A
LOSER!" ejek karakter Ai dalam layar televisi.
Conan benci sekali game
ini."Ada paman Kogoro juga. selain itu... Aku dan Ran bukan pasangan
kekasih" Conan mendengus kesal dan melemparkan controlernya ke samping.
Wajahnya merenggut. "Belum, tepatnya... yah, apa yang bisa kulakukan
dengan tubuh anak kecil seperti ini?" ucapan conan terdengar seperti gumaman
di telinga Ai.
Senyum tipis tersungging di bibir
sang profesor muda, sangat tipis hingga mata sang detektif tak dapat
menangkapnya. "Kemenangan dua kali berturut-turut" Ucap Ai ringan,
bahkan terdengar riang. "Kau payah dalam game ya, kudo"
"Bahkan game master akan
terlihat idiot di hadapanmu" Conan mengangkat kedua tangannya, melemaskan
otot-ototnya yang kaku. "Dan panggil aku conan... -
"
"Benar..." nuansa kelam
telah menggantikan riang dalam suara Ai. "Kita tidak pernah tahu kapan dan
dimana mereka ada" Controler terlepas dari tangan Ai.
Conan menoleh, menatap Ai yang
matanya dipenuhi kecemasan tepat di sampingnya. "Bukan itu maksudku...
tapi a-"
Perkataan Conan tidak berlajut demi
suara teriakan yang berasal tepat di bawah ruangan kantor detektif . Teriakan
yang sering Conan dengar sebagai Lagu pembuka kasus pembunuhan. "!"
Ai dan Conan berpandangan.
"Paman Kogoro!" seru mereka bersamaan dengan teriakan
"Ayah?" yang terdengar dari dapur.
Ai baru akan berdiri ketika tangan
Conan menekan bahunya. "Haibara, kau tunggu disini! Tetap bersama
Ran" Dan Ai tak dapat membantah karena Conan sudah melesat ke kantor
detektif, tepat ketika Ran keluar dari dapur dengan fry pan di tangannya.
Kudo, maksudmu aku tidak boleh
melibatkan pacarmu dalam bahaya kan?
Batin Ai tersenyum sinis, dia melangkah cepat menutup pintu yang dibiarkan
terbuka oleh conan.
"Ai-chan, kenapa kau berdiri di
depan pintu?" nada kesabaran yang lembut tiada dari Suara Ran "Ayah
mungkin saja dalam bahaya, aku harus menolongnya!"
"Ta..tapi..." apapun
yang terjadi aku tak boleh membiarkannya turun,"Ai-chan, tolong,
menyingkir dari pintu!" kecuali kalau...
.
Sementara Itu Conan menyiapkan
peluru bius di tangan kirinya sementara kanan tangannya mendorong daun pintu
yang setengah terbuka. Dan yang menantinya disana, ketika pintu terbuka lebar,
adalah pemandangan yang seumur hidup tidak pernah dia harapkan bahkan dalam
mimpi terburuknya.
Berkas-berkas kasus yang sedianya
diatas meja kini berjatuhan dilantai, berserak tanpa pola. Pecahan cangkir
bertebaran di lantai, dihiasi cairan berwarna kehitaman yang membentuk genangan
pekat.
Kogoro terduduk tanpa daya di
belakang meja kerjanya. Kedua tangannya lunglai di samping, begitupula
kepalanya yang terkulai di sandaran kursi. Matanya yang kosong tanpa kehidupan
melihat langit-langit. Dia tak bersuara, dengan wajah berlinangan air mata.
Satu-satunya sumber suara berasal
dari TV kecil yang biasa digunakan Kogoro untuk menonton pacuan kuda.
"Yoko Okino memilih bungkam ketika wartawan kami mengkonfirmasi langsung ke
Hotel Hilton New York tempatnya menginap".
Conan menghela nafas lega. Kantor
berantakan adalah ciri khas Kogoro tanpa pekerjaan. Dan dia dapat memastikan
bahwa Kogoro masih hidup karena aliran air mata yang sederas sungai Amazon.
Well, tidak ada orang mati yang menangis kan? Dan karena genangan pekat itu
adalah kopi di dalam cangkir, maka kasus ditutup dengan hasil tidak terjadi
sesuatu yang mematikan apalagi berkaitan dengan organisasi.
"Hiks...Hiks...
Yoko-chan"sura isak Kogoro setidaknya membuktikan analisis Conan bahwa
Detektif Tidur itu masih hidup. Dan alasan kenapa Kogoro Mouri jadi lebih
hancur daripada hari biasa diketahui sedetik kemudian dari televisi.
"Pihak manajemen Yoko Okino
menjanjikan bahwa Yoko Okino akan langsung melakukan konfrensi pers setibanya
di Jepang. Konfrensi pers yang akan membahas mengenai pernikahan Yoko dan
mundurnya Yoko dari dunia entertaiment akan diselenggarakan di salah satu hotel
dekat Bandara Narita pada hari Minggu pu-!" suara berita tertutup oleh
pekik tangis Kogoro. "Yokoooo~ kenapa engkau tega meninggalkan
akuuuuuuuu?" Kogoro kembali histeris dan membanjiri kantor detektif dengan
air matanya.
Yah, dalam mimpi buruknya, conan tak
pernah membayangkan bahwa Kogoro Mouri bisa memeluk televisi sambil menangis
seperti bayi dengan mengenakan Jas berpadu boxer.
Conan mengoreksi analisnya... telah
terjadi sesuatu yang mematikan bagi kewarasan Kogoro Mouri.
to be continued...
No comments:
Post a Comment