Friday, September 2, 2011

Fanfic ShinichiShihoRan - Edge of Hope alibi 4


Detik ini, semua benar-benar dimulai. Saat sebuah pil akan membimbing kami pada dua pilihan yang bersebrangan.

ALIBI 4

Sabtu, 18.30

-Kantor Detektif Kogoro Mouri-

"Kenapa sebelum pulang mereka tidak pernah membereskan sampah yang mereka buat?" Conan merengut dengan kedua tangan di penuhi sampah plastik kue dan cemilan.

"Mau bagaimana lagi. Mereka anak-anak yang begitu antusias untuk pergi berakhir pekan dengan orangtuanya" Ai menjawab pertanyaan retoris Conan, sengaja membuatnya lebih kesal.

"Kalau anak-anak itu sih aku masih paham. Tapi kenapa Sonoko juga sampai ikut-ikutan!" Ai dapat melihat termometer kekesalan Conan telah mencapai angka 100 derajat. "Selain itu minta di antarkan Ran sampai ke ujung jalan! Apa maksudnya coba?"

Ai berhenti menyapu, lalu memperhatikan mimik wajah Conan yang merah padam. Rencana kecemburuan milik Sonoko sepertinya berhasil dengan gemilang. "Seperti apa laki-laki yang akan kencan dengan Ran?"

Conan pura-pura tidak mendengar dan meneruskan 'pengoleksian' sampahnya. "Wah, sepertinya dia laki-laki yang begitu hebat sampai kau minder ya Kudo..."Ai tidak pernah gagal dalam memprovokasi Conan. Hanya butuh jeda dua detik untuk Conan memuntahkan apa yang dia dengar dari Sonoko seharian penuh.

"Dia hanya laki-laki narsis ketua OSIS yang merebut posisi satu sekolah sejak kepergianku. Sonoko mengatakannya tampan, padahal dia hanya si tak tahu malu yang mengatakan cinta pada Ran di upacara sekolah. Ketua OSIS macam apa itu?" Conan melanjutkan omelannya sambil terus melemparkan sampah kedalam tong.

Selalu ada sedikit kebahagiaan tersisip di diri Ai jika melihat Conan menunjukkan sisi kekanakannya. Merengut bahkan marah karena hal-hal sepele. Seperti sebuah oasis dalam pelariannya dari organisasi.

Bayangan sebuah mobil porche hitam diseberang jalan melintas.

"DEGG!" ingatannya tentang mobil Gin membuat seluruh darahnya kembali ke jantung. Wajahnya memucat. Tidak, Kudo tidak boleh tahu. Dia pasti akan menantang bahaya mengejar organisasi. Aku tidak boleh melibatkannya lagi. Tidak boleh melibatkan teman-teman. Tidak boleh libatkan Kudo,karena Ran...

"Hei Haibara... kau demam ya? Atau mungkin gejala flu?" Tanpa permisi Conan menempelkan dahinya ke dahi Ai.

Untuk pertama kali dalam hidupnya Ai melihat wajah Conan begitu dekat, sedekat nafas hangat yang membelai wajahnya. Seperti rambutnya yang menggelitik, dan bulu matanya yang panjang dan...

"Minggir!" Ai mendorong Conan menjauh. Semburat merah mewarnai wajahnya."Untuk apa kau melakukannya?"Ai berusah mati-matian menyembunyikan warna wajahnya.

"Mengukur suhu..."jawab Conan polos, "Ah, kenapa wajahmu tiba-tiba merah? kurasa kau memang demam" ucap si detektif jenius (yang sama sekali tidak sensitif) penuh percaya diri.

"Kenapa harus menempelkan dahi untuk mengetes suhu? Bukannya harus menggunakan termometer!" Ai berbalik dan meneruskan pekerjaannya jantungnya berkejaran, darah mengalir begitu cepat keseluruh tubuhnya. Dalam satu gerakan, conan telah membuatnya melupakan masalah organisasi tanpa dia sadari.

"Setahuku kalau seorang anak demam, orang tua akan terlebih dahulu menggunakan tangan atau dahi untuk mengecek suhu" Conan membela diri. "bukannya kontak tubuh itu hal yang biasa dalam keluarga?"

"Oh, begitu ya?"

Mata conan menyirip. "Hal sepeti itu kenapa kau tidak..."Kalimat itu terhenti, conan mengutuk kata-kata yang dikeluarkannya. Dasar bodoh, bisa-bisanya kau mengatakannya!

"Aku memang tidak tahu bagaimana orang tua merawat anaknya. Bahkan kakak tidak bisa mendekat kalau aku demam. Organisasi memonopoli Ayah dan Ibu, sampai aku tidak bisa mengingat wajah mereka. Satu-satunya yang menghubungkan aku dengan mereka justru racun yang entah sudah memakan berapa nyawa" tak ada nada ironi dalam suaranya, hanya kejujuran yang keluar dari seorang anak tanpa kenangan.

Conan terdiam memandang punggung Ai yang kesepian. Kedua tangannya menggenggam batang sapu erat bagai menggenggam kenangan- seolah semua memori yang ia miliki akan lenyap jika jemarinya sedikit saja merenggang.

Conan sama sekali tidak tahu seperti apa kepedihan Ai, karena dia memiliki kedua orang tua yang mncintainya dengan unik. Dia tidak mengetahui sekosong apa hidup Ai, karena teman-temannya bukanlah sekelompok orang yang hanya memanfaatkan kejeniusan otaknya. Dia tidak tahu seberapa besar kehilangan yang dialami Ai, karena dia tidak pernah sekalipun kehilangan orang yang dia sayangi. Tidak dengan direbut seperti Akemi Miyano. Conan tidak pernah merasa sendiri dalam dunia ini.

Punggung Ai yang dilihat Conan begitu rapuh, seperti istana pasir yang megah. Meski angkuh, tapi akan hancur tak bersisa dengan satu terjangan ombak.

"Hei kenapa kau terdiam?" Ai berbalik, memamerkan matanya yang dipenuhi kecerdasan. Sinar keangkuhan yang selalu menyindir Conan tak pernah lenyap dari mata itu. "Aku tidak butuh simpatimu tuan detektif. Dan jangan bayangkan kehidupan tragis seenaknya di benakmu. Aku menikmati tiap detikku berada di laboratorium"Karena gelas dan tabung reaksi tidak akan menyakiti dan memanfaatkanku seperti mereka. Tapi Ai justru mengatakan "Mungkin sama denganmu yang menikmati berada dalam tubuh anak kecil dan bermanja-manja pada kekasihmu... aku bertaruh kau sudah pernah melihatnya mandi-"

" Haibara!"

Conan segera mencoret bagian rapuh dan lemah dari deskripsi Ai. Sosok di hadapannya adalah makhluk paling sinis, menyebalkan dan sama sekali tidak memiliki kelembutan – ibarat bumi dan langit dengan Ran. Sama sekali bukan perempuan. Yah, tak masalah. toh, dia kadang-kadang lupa kalau Ai perempuan. Jadi tak masalah kalau Ai bersikap kasar dalam taburan kata-kata ironi yang melebihi lelaki.

Ai tersenyum tapi matanya tidak. Dia menundukkan kepala, menyembunyikan ekspresi yang memaksa keluar. Dia tak akan bisa menipu detektif terbaik dari timur dengan perasaan yang tidak tertata. "Hei Kudo..."

"Panggil aku Conan" koreksi Conan.

Tak peduli pada interupsi Conan Ai melanjutkan "Apakah kau mencintai Ran?"

Conan mengerdipkan matanya 3 kali sebelum mengatakan "Maaf? Tadi kau bilang apa?"

"Apakah kau mencintai Ran?"Ai memandang tajam, melewati kacamata yang hanya pajangan tepat ke bola matanya yang terbelalak.
 
"A... Apa maksudmu? Kenapa tiba-tiba menanyakan itu?" Poker face yang selalu dia pasang saat menghadapi penjahat lenyap seketika. Panik dan malu menjadi rona merah di wajah Conan.

Dada Ai sesak. Tali tak tampak melingkari lehernya, mencekiknya perlahan. Merebut semua nafasnya. Ai menyentuh lehernya, tak ada apapun. Apa arti rasa sakit ini?

"Ran..." Ai berusaha mengeluarkan kata-kata yang terikat di tenggorokannya. "dia tidak pernah mengatakan cinta pada Shinichi kudo kan?" Tidak! Bukan ini yang ingin ku katakan! "Pada sosok conan kurasa dia hanya bilang suka"

Conan terkesiap, reaksi yang membenarkan semua perkataan Ai.

"Apa kau yakin dia mencintaimu?" Batin Ai memberontak, dia tahu pasti Ran mencintai shinichi Kudo. "Apalagi kau sudah meninggalkannya, bisa jadi dia membencimu" mulutnya mengingkari fakta bahwa Ran adalah gadis paling setia yang pernah ia temui.

Conan diam, shinichi diam, dunia ikut diam bersamanya. Membunuh semua suara yang eksis, hingga hanya tersisa detik jam yang menghipnotis. Mengutuk Ai atas semua pertanyaan yang menyimpan keegoisannya.

"Aku... tidak peduli"

Ai menanggkap sinar kesungguhan dan ketulusan dalam mata Conan. Bukan mata seorang anak 7 tahun, tapi mata seorang remaja yang mempertaruhkan segalanya pada cinta pertamanya, pada cinta yang telah tertanam dan tumbuh dalam waktu 10 tahun.

"Aku tidak peduli dia harus membenciku, bahkan bila aku hilang dari hatinya. Asalkan dia selamat dan terus hidup dengan bahagia, senyumnya adalah segala-galanya bagiku . semua itu lebih dari cukup bagiku. Biarlah aku melindunginya tanpa dia tahu" Conan menatap langit-langit.

Sinar mata Ai meredup. Dilindungi oleh orang yang dikasihi hanya pernah Ai rasakan sekali, tapi itu berujung pada kematian kakaknya dan kekosongan. Semua berujung pada kesendirian. Perisai es hatinya retak, tapi Ai mengabaikan semua rasa iri dan harapan yang telah lama dia buang. 

"Melindungi? Kurasa itu disebut Egoisme lelaki" Ai melepaskan genggaman tangannya dari sapu. 
"Yang kau lakukan hanya akan makin menyakiti Ran" Tangannya merogoh ke dalam saku celana. 
"Anggrek (Ran) adalah bunga yang rapuh, tak peduli stinggi apapun benteng yang kau bangun agar terhindar dari badai, hujan dan panas, dia akan layu karena merindukan matahari. Apa kau paham itu?" Ai mengeluarkan tangannya dari saku. "Tapi sayangnya Ran bukan bunga"

"Jadi maksudmu aku harus menceritakan semuanya pada Ran?"

"Kalau kau mau bermurah hati memasukkan nama pacarmu dalam daftar orang yang harus 'di hapus' oleh organisasi, silahkan saja" perkataan penuh ironi kembali menghujam perasaan.

Conan menyipitkan matanya "Jadi apa maumu?"

"Hei conan..." Ai berjalan mendekati Conan. "Menurutmu, kalau aku mempertemukan Ran Mouri dan Shinichi Kudo, apakah Shinichi akan mengungkapkan perasaannya pada Ran?"

"Itu hanya akan menyakitinya" ya, setelah mengatakan perasaanku lalu apa? Meninggalkannya lagi? Membuatnya menangis lagi? "Lagipula Shinichi tidak bisa muncul kan?"

Ai membuka kepalan tangannya. Ada dua buah kapsul berwarna biru dalam plastik transparan. "Shinichi harus ada besok, kalau tidak... Ran akan menerima cinta si ketua OSIS dan menjadi kekasihnya" Ai berbohong, tapi kali ini dia sama sekali tidak merasa bersalah. Makhluk bernama laki-laki memang harus di dorong sampai tepi jurang agar mau bertindak. "Ran sendiri yang mengatakannya padaku"

Conan terdiam, memandang pada wajah sang profesor dan plastik putih berisi kapsul di telapak kanan Ai bergantian. Penawar APTX 4869? Tidak, warnanya berbeda... .

"Ran adalah tipe malaikat. Sekali dia terikat dengan ketua OSIS, dia takkan bisa lepas darinya. Dan kurasa cuma laki-laki bodoh yang melepaskan Ran. Sayangnya Ran hanya bisa bahagia bersama laki-laki bodoh itu" Ai mengikuti tatapan Conan ke telapak tangan kanannya. "Ini Penawar APTX 4869 terbaru, rentangnya 1 hari hingga 3 bulan bahkan mungkin permanen."

"Apa kau akan mengujicobanya padaku?" tanya Conan, antara kekhawatiran, keraguan dan keinginan yang kuat untuk kembali ke tubuh aslinya. "Kali ini berapa persentase berhasilnya? Jangan bilang kurang dari 50 persen"

Tak peduli pada pertanyaan Conan, Ai kembali menanyakan hal yang sama denga yang ia tanyakan pada Ran. "Kalau Shinichi bertemu Ran, kejujuran apa yang akan dia katakan?"

Suara tarikan napas terdengar bersama langkah conan mendekati Ai. sepasang tangan yang hangat membungkus telapak tangan kanan Ai. Tangan conan. Nafas berat terhela.

Conan menggenggam erat pil percobaan beserta tangan gadis yang membuatnya. "Shinichi akan mengungkapakan perasaannya yang paling jujur pada Ran. Mengatakan kepadanya" Conan menarik nafas panjang. Matanya beradu dengan Ai. Conan siap mengambil resiko apapun yang terjadi. Selama dia bisa melihat senyum Ran.

"Aku mencintaimu"

"Aku juga mencintaimu". Kata-kata itu mengalir dari bibir mungil Ai,lepas begitu saja tanpa kendali, memberikan riak dalam aliran kesadaran Conan. Jantung Ai berdetak kencang, terusir dari alam bawah sadarnya; dia menepiskan tangan Conan."Kau pikir Ran akan dengan mudahnya mengatakan hal itu?" dia melemparkan plastik berisi kapsul Ke arah Conan. "Yah, tapi bagaimanapun kau harus mengatakan itu kalau tak mau kehilangan Ran. Wanita bisa mati kalau harus terus menumpuk kesedihan"

Conan menangkap plastik berisi kapsul dan menggenggamnya. "Hei Haibara..."

"Apa?"

"Kau bisa bicara seperti perempuan ya..."pernyataan yang jujur.

"Memangnya aku laki-laki?"

"Haibara..."

Ai mendengus kesal "Apa lagi?"

"Terima kasih"
to be continued...
~MeWTh~

No comments:

Post a Comment