Friday, September 2, 2011

Fanfic ShinichiShihoRan - Edge of Hope alibi 3


ALIBI 3

Dapur Kediaman Mouri, Sabtu 14.14

"Ai-chan suka sama Conan-kun ya?"

"PRAK!"

Ai menjatuhkan sekotak telur di tangannya ketika pertanyaan itu di ucapkan Ran. Lehernya tiba-tiba saja kaku, tak bisa bergerak sama sekali. Dia hanya bisa menunduk, melihat cairan kuning yang merembes keluar dari dalam kotak. Dari sisi mana kau melihatku suka dengan maniak Holmes itu Ran? Batin Ai menyangkal, tapi mulutnya terkunci. Dia tidak bisa mengatakan apapun, walau hanya maaf karena sudah memecahkan telur untuk makan malam mereka.

"Ai-chan tidak apa-apa?" tanya Ran panik. Dia menyambar serbet dan membersihkan tangan mungil Ai yang berlepotan cipratan telur. "Aduh, maaf ya... apa aku membuatmu kaget?".

Ai menggeleng dengan susah payah diiringi suara engsel karatan.

Ran memasukkan sisa belanjaan dalam Kulkas lalu membersihkan tumpahan telur. Ai hanya bisa menyingkir dan memperhatikan gerak-gerik Ran. Sekelebat, dia melihat bayangan kakaknya. Begitu sabar, anggun, perhatian dan memiliki hati seindah malaikat.

"Kalau... kalau aku memang suka kenapa?" pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir Ai. Dia tidak tahu kenapa.

Sampah telur yang masuk ke dalam tempat sampah menjadi Intro jawaban Ran. "Jangan sampai menyia-yiakan rasa suka. Kalau bisa ungkapkan langsung, ungkapkan saja. Mengatakan –Aku Suka Kamu- secara langsung, tanpa pertengkaran maupun kepura-puraan"

Perkataan itu... bukannya kau tujukan pada dirimu sendiri Ran? Senyum sedih tersungging.
Ai merasakan nyeri di ulu hatinya ketika Ran mengabaikan semua kepedihan yang dirasakan dan memberikan senyum tulus hangat. "Kalau menyukai seseorang, kita harus mengungkapkannya sesegera mungkin. Karena bisa jadi besok tidak bertemu lagi" Ran menggenggam tangan Ai.

"Kakak juga ada orang yang disukai?" tanya Ai. Dia sudah tahu jawabannya. Dia tahu pasti. Tapi hanya sekali saja dia ingin mendengarnya.

Ran tak mampu lagi membendung kerinduan dan gejolak perasaan di dalam dirinya.

"Aku mencintainya" titik bening mengintip dari sudut mata Ran. "Itulah yang kusadari. Tapi jangankan menyatakan perasaan ini bertemu dengannya saja aku tak bisa. Dia... selalu mengawasiku- aku merasakan dia selalu mendampingiku, tapi..." Ran terdiam, menahan suara dan air mata yang berontak ingin mengalir membasahi pipi putihnya.

Ai menundukkan pandangan, rasa sedih menyusup kedalam hatinya. Empati? Mungkin saja, karena secara ganjil dia memahami perasaan ini. Begitu dekat, sangat dekat. Tapi ada sebuah batas yang tak mungkin dia lewati untuk mengungkapkan perasaannya. Seperti kedinginan di tepi kawah gunung berapi. "Kalau..." Ai menarik nafas panjang" Kalau misalnya bertemu dengan orang itu... apakah Kak Ran akan mengungkapkannya?"

Ran tersenyum. Dan Ai tahu apa yang akan keluar dari bibir gadis tegar di hadapannya.
"Ya..."

Sabtu, 14.20
-Minimarket 24 jam-

Ai secara sukarela menemani Ran membeli sekotak telur untuk mengganti telur yang sudah dia pecahkan. Sekalian membelikan pesanan Sonoko yang sedang menikmati penyiksaan terhadap Conan.

"Jadi... soal kencan kak Ran besok itu bohong ya?" tanya Ai ketika mereka melangkahkan kaki keluar dari minimarket.

"Kalau itu sih benar"Jawab Ran tanpa beban.

"BRUGH!" kantong belanjaan ditangan Ai terlepas. Setelah tersadar dari keterkejutannya (selama ¼ detik,) Ai memungut kentong belanjaanberisi air soda dan bertanya: "Kenapa?Tapi tadi kata kak Ran..."

Ran mempercepat langkahnya. "Soalnya dia bilang akan menyerah kalau aku mau kencan sekali saja dengannya. Keras kepala". Senyum Ran terkembang, mungkin si ketua osis masih punya harapan "Keras kepalanya mirip Shinichi" atau mungkin tidak.

"Lagipula aku suka dengan ide Sonoko untuk membuat Shinichi cemburu. Terakhir aku melihatnya marah-marah sewaktu aku mendapat surat cinta di kelas 1 SMA. Setelah itu dengan alasan 'aku juga bisa' menuliskan puisi analisis yang membuatnya jadi bahan tertawaan 2 bulan."Ran tersenyum geli. Entah apalagi yang akan dilakukan Shinichi kali ini

"Dia bukan tipe yang sensitif apalagi romantis, terakhir dia menelponku yang dibicarakannya justru kasus Kaito Kid". Sifatnya mirip dengan Conan, bagaimana dengan Ai ya? Apa dia mengalami nasib sama sepertiku?. "Kalau Ai-chan sendiri bagaimana? " Ran tidak mendengar ada jawaban dari Ai. "Ai-chan?" Ran melihat kesekelilingnya, mencari Ai yang lenyap. Ai tertinggal di belakang. Tertegun tak bergerak, memandang lurus ke seberang jalan. Kedua tangannya yang menggenggam kantong belanjaan berkeringat dingin.

"Ai-chan ada apa?"

Pundak mungil itu terentak saat tangan ran menyentuhnya. Matanya terbelalak. "Ai-chan?" Ai menarik nafas, menutup matanya lalu menghembuskannya. "Tidak.. tidak ada apa-apa kok kak Ran"

Ran melihat ke arah yang baru saja dipandang Ran. Tepat di seberang jalan, mobil eskrim keliling sedang melayani pembeli. "Ai-chan ingin makan es krim ya?"

Cengiran anak kecil diberikan Ai. "Aku minta es krim yang ada di kulkas ya? Yang coklat!" Ai menggandeng tangan Ran. "Ayo cepat kak Ran!"

Ran setengah berlari karena ditarik oleh Ai. "Ai-chan jangan cepat-cepat" mendengarkan permintaan Ran, Ai berhenti. Melepaskan gandengan tangannya lalu berlari mendahului Ran. "Lomba lari! Yang kalah tidak kebagian es krim!" seru Ai kekanak-kanakan. Dengan gaya yang akan buat Conan mual seketika.

Ran tersenyum dan mulai berlari. Dia serasa mendapatkan adik perempuan yang lucu. "Aku pasti menang!"

Sementara itu mobil es krim bergerak maju, meninggalkan pembeli yang tersenyum riang dan menampilkan mobil yang terparkir di baliknya. Porche hitam dengan kaca gelap.

Dibalik kaca itu seorang pria berambut perak panjang mengamati kertas di tangannya.

"Aku tidak menyangka akan kembali ke kota ini lagi, apalagi sampai bertemu dengan seorang penghianat" dia menyalakan api geretan.

"Jadi tugas kita 'menghapus' seseorang ya kak Gin"? tanya pria tambun berkacamata hitam yang duduk di kursi pengemudi.
 
"sebenarnya Dia sudah terhapus. Yang kita lakukan hanya membereskan sisa-sisanya" Api membakar kertas di tangan Gin.

"Kita akan membakar dan membereskan abunya, seperti kertas ini" Gin melempar kertas yang tengah terbakar keluar jendela.

"Terbakar tanpa sisa"

...to be continued...

No comments:

Post a Comment