Friday, September 2, 2011

Fanfic ShinichiShihoRan - Edge of Hope Sunday


Alibi 9 :

This world will never be What I expected
And if I don't belong Who would have guessed it?



EDGE Of HOPE

x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x

SUNDAY

x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x

07.07 PM

Nafas pendek menjelma jadi kepulan awan tipis, lalu menghilang dalam ketiadaan di ruang luas yang kosong. Suara detak jantung bagai dentang lonceng kuil, seolah memberi tahu keberadaannya pada pemilik langkah yang berbalut jubah hitam. Meski kedua tangan mendekap dada telanjangnya, degup jantung gadis itu tak juga redam. Punggungnya bersandar tanpa daya ke pilar dingin yang menyembunyikan sosoknya.

Gadis jenius yang setahun lalu tak takut pada apapun, kini tersudut, merapatkan kain terpal kesekeliling tubuhnya, harap dapat hangatkan tubuhnya yang menggigil. Tapi kehangatan itu tidak datang, sama seperti harapan akan datangnya sang penolong.

Langkah-langkah yang berat semakin mendekat.

Di bawah rambut kemerahannya, sepasang mata memandang siluet pria berjubah,penuh ketakutan dan kengerian yang menghentikan nafasnya. Siluet dari laki-laki yang terus memburunya. Bayangan keputusasaan menyelimutinya.

"Kudo..." batinnya merintih. Menangis dan menjerit memohon pertolongan, tapi semua tak terucap. Semua harapan telah hancur sama seperti handphone yang patah di sampingnya. Senyum lirih tersungging "Tidak... dia tidak akan-.. dia tidak boleh datang..."

Ya...Pelariannya telah berakhir.

Gadis itu merasakan pandangan malaikat maut menembusnya. Mengantarkan kematian pada sang penghianat.

Tidak, tidak kenapa. Karena tidak ada yang akan menangisi kematiannya. Karena dia tidak memiliki apapun, dan tidak dimiliki siapapun. Tidak keluarga, tidak sahabat, tidak pula musim panas yang menyesakkan.

Ya, aku ini hanya manusia kosong tanpa apapun yang mengikatku ke dunia... semua sudah terlambat, tidak ada apa-apa untukku sekarang kecuali kematian.

Ai memejamkan matanya. Memasrahkan jiwanya.

Tuhan, jika kau benar ada, cabut nyawaku, sekarang... saat ini, di tempat ini
"Akhirnya kau ku temukan"

This world will never be What I expected
And if I don't belong Who would have guessed it?

A/N : Mew! Maaf MeWTh mganggu di tengah cerita. Penyakit bawaan MeWTh sejak nulis RADIO M!. XP. Dan akhirnya yang baca tahu Aslinya satu adegan prelude di potong dari chapter ini,mew~. MeHehehe... Well, saatnya Alibi terpanjang diluncurkan,mew~. Waktu mew ketik, ada kitaran 16 halaman, 2 kali lipat yang biasa,mew~(tambah authornote jadi berapa panjang ya,mew?). Untuk menikmati Klimaks Edge of Hope, lakukan hal di bawah ini,mew~:

1. Perbaiki posisi duduk,renggangkan tubuh, dan siapkan minuman bilaperlu mew~`

2. putar lagu paling mellow di komputer (Three Days Grace- Never too Late.. direkomendasikan Mew~). Lagu ind, japan or barat yang paling sedih,mew~!

3. PALING PENTING. Siapkan JAWABAN pertanyaan dari Alibi sebelumnya. (DILARANG NYONTEK,NGINTIP,BACA SEKILAS DAN APAPUN BAHASANYA,Mew~! Buat yang belum punya jawaban, klik previous, baca, jawab, lalu kembali ke mari MEW~!).
Setelah melakukan itu, dijamin baca Alibi ini makin seru mew~;).
Dan selamat membaca mew~!
EITS! Yang belum kasih jawaban pertanyaan di Alibi8 putar balik,mew!
Ps:Maap kalo alur maju-mundur dan perpindahan setting yang melompat2 bikin pusing,mew~. Tapi jujur MeWTh suka banget nulisnya,mew~...

06.27 PM

"Aku... lelah..."

Ai melihat kesekelilingnya - begitu luas dan kosong. Hanya seorang perempuan dewasa yang berselimutkan kain terpal kotor dan makhluk pengerat liar menjadi satu-satunya denyut kehidupan di sini.

Ai memejamkan matanya, mengulang kembali apa yang terjadi sejak dia memakan kue buatan Ayumi.

Pasti dia menggunakan paikaru untuk kuenya. Dan aku terserang flu sehingga aku...Ai melihat tubuh dewasanya yang sudah nyaris ia lupakan saat menjadi Ai Haibara. yah, Untung saja reaksinya lamban, jadi aku masih sempat lari dari taman ke tempat ini. Aku beruntung tidak ada satupun pekerja di dalam bangunan ini. Tapi semua begitu menyakitkan.. aku pingsan karena rasa sakitnya. Dan begitu sadar, ada 13 mailbox dari Kudo, kupikir dia tahu keadaanku dan cemas karenanya, tapi ternyata...Ai mengenggam Hp ditangannya erat.

Setidaknya aku sudah menelpon Kudo,dan mengelabuinya. lalu semua kontak... Ai mematahkan HP ditangannya. Harus terputus. 

Suara engsel Hp yang hancur menjadi satu-satunya nada yang tersisa selain desah nafas Ai yang berkejaran dengan debar jantung. Seiring dengan peluh yang mengalir deras, membasahi tubuhnya.

Kurasa aku jadi gila. Menapaki tangga untuk naik lebih tinggi, sementara tulangku terus tumbuh tak terkendali. Nyerinya kulit terkoyak karena otot yang melesak keluar tak berhenti. Sejak kasus Pisco kupikir aku takkan merasakannya Lagi. Tidak dengan rasa sakit yang lebih dari itu. Kupikir aku akan mati... tak bisa kubayangkan Kudo rela melalui ini berkali-kali demi Ran.

Senyum sinis tersungging penuh keirian yang membuat hatinya semakin sakit.
Bagaimana dengan Kudo ya? Apa dia bisa menemukan Ran? Semoga saja...
Senyum kembali tersungging, kali ini murni. Di tengah dingin yang menyelimutinya ada perasaan aneh yang menyusup.
.
06.28 PM

Ran melirik ke Hp di tangannya. Diam, tak bergetar maupun bernyanyi. Sedang hujan semakin girang menari. Dia sedang berteduh di selasar toko cenderamata, menghindari tetes hujan. Namun pikirannya melayang jauh, ketempat di mana hujan tak dapat sentuh.

"Ran-san... maaf menunggu lama. Saya sudah membeli payungnya" seorang laki-laki tampan berkacamata oval datang dengan sebuah payung berwarna transparan. "Anu, kalau misalnya Ran-san mengkhawatirkan sesuatu, kita bisa langsung pulang" ketua OSIS melirik ke arah tangan Ran yang menggenggap Hp. Kepada Ran dia memberikan senyum hangatnya, menenangkan Hati Ran yang sedang gundah.

"Tidak apa-apa... " Ran memasukkan Hp yang tak lagi aktif ke dalam tas tangannya. "Kafe hanya tinggal melewati pintu selatan, sebelum itu... kita bisa ke rumah hantu dulu"

"Tidak usah memaksakan diri." Matanya yang lembut melewati pemikiran Ran. Dia tahu Ran paling takut hantu. "Berjalan dibawah payung yang sama, ditengah hujan... itu sudah sangat menyenangkan" kembali pandangan lembut yang teduh menenangkan disampaikan pada Ran. "Bersama Ran-san sudah merupakan kebahagiaan bagi saya"

Begitu baik dan pengertian. Begitu romantis dan perhatian. Menepiskan egoisme pribadi bahkan harga diri untuknya. Pria di hadapannya, bagaimana mungkin Ran bisa menolaknya jika dia menyatakan cinta lagi?

Seandainya saja Shinichi mau sekali saja mengatakan-...

Mungkin waktu itu, ketika makan malam setelah drama sekolah. Ketika Shinichi akan mengatakan sesuatu padanya di restoran. Tapi dia tidak pernah tahu apa sesuatu itu. Karena Shinichi tidak kembali.

Matanya beralih pada tirai air yang menetes dari genting. Menembus jauh ke jalanan kosong, mengharapkan ada seseorang yang datang dan membawanya pergi dari sini. Dari kebaikan yang tak dapat dia tanggung.
.
06.30 PM

"Maaf, jalan menuju (1241O) dari pintu utara ditutup karena hujan menyebabkan jalur untuk pejalan kaki menjadi licin,pengunjung diharapkan memutar atau menunggu 10 menit lagi... pihak tropical land memohon maaf atas gangguan yang ditimbulkan"

Suara dari speaker disambut protes dan omelan dari pengunjung, namun lebih banyak yang tak peduli karena mereka sibuk berteduh dari hujan yang semakin deras. Beberapa diantaranya tak mendengarkan pengumuman karena suara penjual jas hujan menutupinya. Namun ada seorang pemuda yang tidak melambatkan kecepatan larinya di tengah hujan yang mendera.

Shinichi berlari, tak peduli pada hujan yang semakin membasahi tubuhnya. "Tunggu aku. Kali ini aku akan datang... aku takkan terlambat"

I will not leave alone, Everything that I own
To make you feel like it's not too late
It's never too late
.
06.37 PM

"Dai~Dai~ Dai~ Dai-sakana... Boku no dai-sakana~ " lagu ngaco Genta untuk memanggil ikan besar terdengar riang. Lagu yang artinya besar-besar-besar- ikan yang besar... ikan yang besar hanya milikku! itu keluar sepanjang hari dari mulut Genta sampai kedua orang tuanya nyaris mati bosan. Tapi itu hanya sampai 5 detik yang lalu.

"UWAAAAAAAAAA!" Genta berteriak ketika angin kencang mulai berhembus. Meski petir sudah menyambar berkali-kali sejak Genta dengan semangat ajaibnya tetap berusaha memancing dan menjaga nyala api untukmembakar ikan. Tapi akhirnya semangat itu padam seperti api di tungku ketika hujan akhirnya turun.

-TIDAAAAAAAAAAKKKKKKKKKKKKK!- sebenarnya dia ingin berteriak seperti itu. Tapi hal itu dibatalkan ketika dia melihat dua paman berjubah hitam lengkap dengan topi dan kacamata keluar dari dalam mobil poruchi. Mirip mafia yang sering dia saksikan di film-film detektif. Teriakan 'tidak' tertelan rasa ingin tahu.

Genta melangkah, berusaha menembus hujan untuk mengungkap siapa orang-orang itu. Tapi ayah dan ibunya lebih dulu menyeretnya untuk berteduh, sementara dua sosokmirip mafia itu lenyap dalam bangunan tua.
.
06.39 PM

Ayumi diam-diam mengganti chanel National Geographic yang seharian penuh disetel ibunya ke acara gosip artis. Dia mau melihat Yoko, minimal merekam wajah paman Kogoro yang histeris. Tapi baru saja dia mengganti chanel, ibunya sudah berdiri diantaranya dan TV.

"Ayumi! Menonton acara gosip itu tidak baik!"

Teriakan mamanya menutupi suara TV dan juga berita tentang Yoko Okino. Bahkan Kilat di luar rumah kalah keras dengan suara ibunya.

"Maaf mama..." air mata mengintip dari sudut mata Ayumi.

Detik ini Ayumi merasakan dirinya sebagai orang yang paling malang di seluruh dunia.
.
-Pada saat yang bersamaan... ditempat yang berlainan-

Setiap Ran menoleh kesamping, matanya selalu beradu dengan kelembutan di balik kacamata. Ketua OSIS selalu menatapnya, tak pernah melepaskan pandangan. Dia tidak seperti Shinichi yang matanya melihat ke sekeliling tanpa lelah, mengamati semua orang selain dirinya. Dan kemudian lenyap begitu saja saat melihat kasus yang menarik. Dia juga tidak dengan sengaja memancing pertengkaran sehingga membuat Ran harus mengeluarkan jurus karatenya.

Suasana di bawah payung begitu syahdu, mereka berbagi earphone dari handphone Ran, mendengar lagu sendu. Lebih tepatnya stasiun radio yang entah kenapa terus memutar lagu roman yang mengiris kalbu. Tentang cinta, kesetiaan dan perpisahan. Bersama Shinichi dia tak akan sempat mendengar apapun selain analisisnya yang selalu mencengangkan. Jika tidak, Shinichi akan terus menerus menceritakan tentang Holmes sampai telinga Ran membusuk. Ran takkan bisa mendengarkan lagu, karena saat itu Shinichi bisa pergi mengejar kasus.

Semua begitu berbeda dengan kencan terakhirnya bersama Shinichi. Ran mendongakkan kepalanya, melihat menembus plastik payung transparan pada langit yang kelabu. Menahan agar air matanya tak keluar.

Meskipun menyebalkan, dia selalu tertawa disampingnya.
Shinichi...
.
06.44 PM

Heiji menganggkat Hpnya yang bergetar saat berada dalam Taxi. Tentu saja tujuan taxinya adalah ke Tropical Land untuk melihat bagaimana Shinichi Kudo melamar (atau dicampakkan?) Ran. Permohonan Shinichi baginya hanya angin lalu. Anjing menggonggong kafilah berlalu.

"Halo...?" Heiji menurunkan suaranya saat mendengar jawaban di seberang telepon. "Posisiku? Di dalam taxi, menuju ketempatmu kurasa, 10 sampai 15 menit lagi sampai."Heiji terdiam, raut wajahnya berubah serius "Ada masalah apa?" Heiji terkesiap. "Baik, aku akan melakukannya. Dimana tempatnya?"

Melihat Heiji bicara pelan, Kazuha menajamkan telinga. Dan kali ini dia mendengarkan dengan jelas apa yang dikatakan Heiji sebelum menutup telpon "Baik, Kudo. Semoga kau berhasil"

"Hei! Tadi itu dari Kudo ya?" Kazuha langsung menyerang Heiji.

"Ku.. Kyudo!" Heiji menjauhkan wajahnya dari Kazuha dan menjawab dengan tergagap. "Klub Kyudo di sekolah nitip beberapa peralatan memanah yang hanya ada di Tokyo. Dan aku bilang akan segera kesana!" semangat khas Osaka yang dia keluarkan ternyata justru menambah api kecurigaan Kazuha.

"Oh, begitu ya?"
.
06.49 PM

Ai tersentak. Seluruh indranya menajam. Bau organisasi yang tak asing tercium samar, terbawa oleh angin dan hujan.

Ti...tidak mungkin. Kenapa baru tercium sekarang? Dari tadi aku di taman, tapi sama sekali tidak ada terasa-... Tidak mungkin perasaanku semakin tumpul... Kenapa? Kenapa datang sekarang! Kenapa harus yang datang harus mere-?

"DEG!" Ai menyadari sesuatu. Harapan yang dia kira mati perlahan menggeliat.

Kenapa harus mereka? Apa yang kupikirkan? Memangnya siapa yang kuharapkan datang? Tidak akan ada seorangpun yang akan mencariku selain mereka kan? 

Ai memaksakan dirinya bangkit meski seluruh engsel tubuhnya menjerit, Ai menggigit bibir bawahnya hingga darah mewarnai bibirnya yang pink pucat dengan merah yang merekah. Air matanya mengalir, menggantikan mulutnya untuk meneriakkan rasa sakit. Sakit di dalam perasaan dan tubuhnya.

Aku harus naik lebih tinggi lagi... aku harus bertahan. Aku harus...

Bertahan hidup, untuk apa? Sebagai apa? Tak ada seorangpun di luar sana yang menginginkan Shiho Miyano. Shinichi Kudo? Dia berjanji akan melindunginya, tapi itu hanya karena dia berhubungan dengan APTX 4869. Tak beda dengan organisasi. Dia sama saja, kan? Perlahan... Air mata mengalir lebih deras. Gigi Ai bergemerutuk, beradu keras - mengeluarkan darah dari gusinya. Untuk apa air mata ini? Untuk rasa sakit atau dia?

Ai tertawa dalam tangisnya.

Aku ini idiot ya... kenapa aku terus memikirkan dia... Musim panas sama sekali tidak cocok untuk meminum Sherry. Sherry hanya cocok untuk malam gelap di musim dingin.
Untuk apa aku bertahan? Lebih baik aku mati dengan membawa rahasiamu kan Kudo? Iya, kan? Katakan padaku, Kudo...
.
06.50 PM

Vodka berusaha berjalan di belakang Gin dengan terseok-seok. Meski mereka sering sekali melakukan pekerjaan dalam kegelapan, tapi kondisi bangunan yang berantakan membuatnya tersandung berkali-kali. "Kak, apa benar kita tak memerlukan peralatan apapun?" Vodka melihat kesekelilingnya, cahaya senternya memang tak menemukan satupun pintu untuk di dobrak maupun lemari. Yang tersisa hanya pilar. Tapi tetap saja...

Gin berhenti melangkah. "Ssst..." tangan Gin menunjuk kelangit-langit. "Penghianat itu ada di sana bersama para tikus"

Senyum Gin melebar, matanya berkilat. "Hilangkan baumu Vodka, mangsa sudah di depan mata" Vodka kembali bergidik ketika mematikan senternya. Mata Gin yang jauh lebih terang dari senter, menembus dalam kegelapan.

Meski sudah bertahun-tahun mendampingi Gin, Vodka tetap tidak pernah biasa dengan pandangan mata Gin. Karena itu dia selalu mengenakan kacamata hitam. Karena tak mampu melihat langsung mata Gin. Mata yang cerdik, genius, namun tak memiliki emosi selain untuk menghancurkan. Psikopat? Bukan, tapi sesuatu yang lebih tinggi dari itu.
Seperti seorang Dewa Kematian.
.
06.51 PM

Tiga orang gadis menangis, pada waktu yang sama dalam kondisi yang beda.

Seorang gadis kecil, menangis karena tak mengerti ungkapan kasih sayang ibunya.
Gadis lain tak boleh mengalirkan air mata walau ingin. Dia menangis hanya dalam hatinya, ditemani hujan yang menghujam. Semua karena terus memendam kerinduan dan cinta suci. Dia menangis menanggung cinta dan penantian yang tak kunjung berakhir.

Seorang lagi tidak mengerti kenapa dia menangis, entah karena rasa sakit di tubuh atau emosi yang asing. Orang yang bahkan melupakan bahwa dirinya hanyalah seorang gadis, menangis dalam kebingungan. Seorang gadis yang bahkan sudah lupa seperti apa rasanya menjadi manusia 'hidup'.
Sementara itu, seolah mendengarkan tangisan para gadis, Shinichi menatap lurus kedepan. Pandangannya fokus ke satu titik. Jauh ke depan.
Tunggu aku. Tunggu aku... tunggu aku!

Bagai sebuah mantra, kata-kata itu terus terulang. Dititipkan pada angin dan hujan, disampaikan kepada tiga gadis itu untuk menyalakan sedikit api harapan.

Even if I say, It'll be alright
Still I hear you say, You want to end your life
Now and again we try, To just stay alive
Maybe we'll turn it all around
'Cause it's not too late
It's never too late

+-+-+

06.55 PM
Lima menit lagi.
Dan Ran hanya bisa memandang jam besar yang menghiasi meja kasir. Harapannya perlahan pupus. Tapi bayangannya akan Shinichi semakin kuat.
Lima menit lagi

Dan bayangan Shinichi yang masuk dari pintu tempat makan malamnya terlihat, ketika Ran menutup kedua matanya. Namun begitu matanya terbuka, pintu itu masih tertutup dan yang duduk di hadapannya adalah orang yang sama sekali bukan Shinichi.

Empat Menit lagi
Dan Ran terus menunggu sambil tersenyum. Dia tersenyum Karena tidak ingin terlihat buruk ketika Shinichi datang. Walau pantulannya dalam gelas menunjukkan sebuah tangis yang tak tertahankan.
.
06.59 PM
"Akai!"seorang wanita asing memanggil pria bertopi rajut hitam dengan logat Jepangnya yang kacau. "Kau yakin mereka akan datang ke sini?" Wanita itu sebenarnya ingin juga menanyakan kenapa pria bertopi rajut itu berjalan keluar ditengah hujan lalu kembali tanpa mengatakan apapun,tapi...

Pria itu hanya diam. Dia memandang langit yang warnanya beralih dari kelabu menuju hitam. Dan seekor gagak, tersesat dalam hujan berputar-putar di sana. Seolah mengabarkan datangnya kematian.

"Shuichi Akai!" pangggil wanita itu lagi.

Akai meletakkan jari telunjuknya di bibir. "Si perak, dia akan datang setelah menghancurkan mangsanya. Tapi sayangnya..." Akai terdiam. Dia menutup matanya. "Lama-lama berdiri diluar seperti ini membuat kakiku sakit. Bagaimana kalau kita menonton pertunjukan musik lagi Joddie?"

Joddie menghela nafas panjang. "Sepanjang konser tadi kau tertidur dengan pulas, dan sekarang kau ingin mendengarkannya, lagi?" Akai memberikan senyumnya yang langka sebagai jawaban.
Joddie sadar, percuma berdebat dengan orang satu ini. Dia memang gila dan semakin gila ketika kekasihnya pergi. Joddie tidak ingin tertular gilanya sehingga memutuskan untuk menyerah.
Shuichi Akai melihat keluar Concert Hall dan matanya menangkap kegelapan serta harapan di langit yang semakin kelam. "Jangan mati dulu, Shiho..."
.
07.00 PM
Shinichi terengah. Dia memegangi kedua lututnya. Kakinya gemetar, sementara jam kota mulai berdentang, memberitahu waktu padanya...

Teng...

Shinichi mendongakkan kepalanya ke langit.

Teng...

Hujan membasahi wajahnya. Menambah dingin pada kulit yang pucat.

Teng...

Aku belum terlambat kan?
Shinichi melihat jari-jarinya yang keriput dan memutih. Dia tidak ingat sudah berapa lama dia berlari dalam hujan.

Teng...

Sial! Bagaimana mungkin aku menemuinya dalam keadaan seperti ini. Aku tak boleh kelihatan lemah di depannya.
Rasa dingin perlahan kembali terasa di tubuhnya yang kebas.

Teng...

Aku akan datang. Karena itu, jangan menangis lagi...

Teng...

Shinichi menegakkan punggungnya. Gemetar di kakinya mulai berhenti

Teng...

Aku datang!
.
07.01 PM
Ai tidak mampu lagi bergerak. Dia bersandar pada pilar di sudut lantai 3. Hanya kain terpal menyeimuti tubuhnya, dasi pengubah suara dan handphone yang telah rusak tergenggam di tangannya. Yang ada dalam benaknya kini bagaimana untuk menghancurkan semua yang menjadi benang merah dirinya dengan dunia luar. Dunia musim panas yang sudah berakhir.

Ai melihat pantulan dirinya di pecahan kaca. Begitu kotor, jelek dan lemah. Wajah yang dipenuhi air mata dan memamerkan kerapuhan. Dia benci saat refleksinya terpantul di cermin dan menunjukkan dirinya dibalik topeng keangkuhan, dirinya di balik benteng pasir kekuatan. Dia yang begitu salah.

No one will ever see - This side reflected
And if there's something wrong - Who would have guessed it

07.03 PM

Gin dan Vodka berjalan perlahan.

Sedikit lagi dan mereka akan sampai ke tujuan. Cukup beberapa langkah tanpa suara.. tapi pecahan kaca yang terinjak menjadi bunyi satu-satunya... membuat sesuatu tersadar.
"wah... 'bau' kita sepertinya sudah tercium oleh mereka..."

Gin mengeluarkan pistolnya.
"Saatnya menyanyikan Requiem"
.
07.05 PM

Terkadang, untuk mendapatkan sesuatu, kita harus mengorbankan hal yang telah kita miliki. Atau mungkin sebaliknya... ketika kau kehilangan sesuatu yang berharga, maka akan ada sesuatu yang lain sebagai penggantinya.

Seperti Beethoven. Kehilangan pendengarannya justru memanggil karya-karya yang menjadi legenda.

Tapi Akai tidak suka prinsip ini. Karena dia sudah kehilangan semua yang dimiliki, tapi tak pernah ada yang datang sebagai pengganti. Semuanya telah direbut organisasi. Tak ada yang tersisa.

Akai berjalan keluar dari Concert Hall yang mulai terisi. Dan menemukan seorang anak lelaki memeluk hadiah perlindungan bagi cinta pertamanya. Dia, Mitsuhiko, melindungi hadiah untuk cinta pertamanya. Sedangkan Akai bagai pecundang besar di hadapannya. Anggota FBI terbaik yang bahkan tidak bisa melindungi orang yang dia cintai. Tidak pula 'benda berharga' milik wanita yang dia cintai.

Akai berjalan keluar, merasakan hujan menyentuhnya. Memanggilnya untuk menyelamatkan apa yang tersisa.
.
07.07 pm

Dan semua kilasan masa lalu berakhir. Tiba ke masa kini pada gadis yang tersudut dalam keinginannya untuk mati.
Menghianati harapan yang terpatri dalam hati.
.
07.08 pm

Ya, aku ini hanya manusia kosong tanpa apapun... semua sudah terlambat, tidak ada apa-apa untukku sekarang kecuali kematian.

Meski terus mengungkapkan keinginan untuk mati, ketakutan tetap memeluknya erat. Dulu dia bisa tanpa ragu menenggak racun. Tapi sekarang dia merasakan takut, kesedihan dan... penyesalan.

Penyesalan karena tidak menikmati setiap waktu bersama detektif cilik, bersama profesor Agasa, bersama Ran.. bersama semua diluar organisasi. Penyesalan karena tidak pernah bersikap jujur pada perasaannya sendiri.

Penyesalan... bahwa semua sudah terlambat.

Tuhan, jika kau benar ada, cabut nyawaku, sekarang... saat ini, di tempat ini
Bayangan orang-orang yang dicintainya berkelebatan. Akemi Miyano memandangnya sendu, lalu Conan Edogawa...dia mengulurkan tangannya dan berteriak dibenaknya Jangan menyerah Haibara!

"Akhirnya kau ku temukan"

Mata Ai membesar. Menatap sosok dalam balutan jubah hitam. Bukan jubah, tapi mantel hujan yang menyerupai jubah. Dan ketika petir menyambar, Ai sadar akan hal yang membuat jantungnya berhenti berdetak sesaat, yang ada di hadapannya bukan Anggota organisasi tapi...

"Kudo...?" Apa ini yang disebut bayangan menjelang kematian. Apakah dia nyata?.

Mantel hujan melapisi tubuh Ai menggantikan terpal kotor. "Sementara pakai ini dulu" sosok yang bagai halusinasi di depan mata Ai melepaskan blazer SMA Teitan "Dan pakai ini juga. Sedikit basah,tapi lebih baik dari tidak." Ai menyentuh blazer basah ditangannya. Nyata- bukan bayangan. Seharusnya Kudo menemui Ran. Tapi kenapa dia ada di sini. "Aku akan segera mencarikanmu baju kering, jadi-"

"Kudo?"Ai menyebut nama itu lagi. Dia merasa alam pikirannya sekarang campur aduk dengan khayalan,mimpi, sesuatu yang irrasional. Semua emosi yang tak dikenal tercampur dalam dada Ai. "Kudo?" Kepala Ai kosong, dia tidak bisa memikirkan apapun selain keberadaan orang di hadapannya. "Kudo..." Gigil yang timbul oleh rasa takut telah pergi, berganti kehangatan yang begitu kuat.

Tuhan... kenapa, kenapa kau biarkan aku bertemu laki-laki sebodoh dia? Kenapa tidak kau ambil saja nyawaku waktu di kamar asap? Kenapa pada saat aku sudah siap untuk mati kau kirimkan dia? Kenapa dia harus terus memberikan harapan padaku... kenapa? Kenapa hatiku hangat saat dia menemukanku...? 

"Iya, ini aku..." Shinichi berlutut di depan Ai yang bersandar lemas lalu menggenggam tangannya sedingin es. Memberi tahu kalau dirinya bukan khayalan apalagi bayangan. "Dan Haibara..." Shinichi memandangnya lurus, lalu mengatakan dengan tegas dan jujur "Tidak kusangka kau benar-benar perempuan" dan segera mengalihkan pandangan dari belahan dada Ai yang menyembul dibalik jas hujan.

Seharusnya kata-kata itu akan dibalas dengan kemarahan, tatapan tajam atau perkataan sadis. Tapi kali ini, Ai hanya diam. Bibirnya bergetar, tubuhnya gemetar. Sesuatu yang telah ia pendam akhirnya bergejolak, menyeruak keluar. matanya berkaca-kaca, berlinang kilauan air dalam kegelapan mata. Mengabaikan semua topeng kebohongan dan pakaian keangkuhan yang selalu ia kenakan, Ai menangis.

And I have left alone - Everything that I own
To make you feel like It's not too late
It's never too late

Ran melihat ke pintu cafe...
Dia masih menunggu Shinichi datang dan membuka pintu itu.
Menunggunya datang dan mengatakan apa yang selalu Shinichi ingin katakan. Hal yang selalu ingin Ran dengar.
"Shinichi..."
Mie napolitan di atas meja yang mendingin menjadi asin karena air yang menitik dari wajah Ran.

+-+-+

The world we knew Won't come back
The time we've lost Can't get back
The life we had Won't be ours again

(Three Days Grace- Never too Late)

x-x-x-x-x-x

This world will never be – What I expected
And if I don't belong...

x-x-x-x-x-x
~MeWTh~ 


 x-x-x-x-x-x

Jawaban soal pertama, Shinichi pergi menemui Ai! Karena dia tahu Ai tidak baik-baik saja seperti yang dia katakan. Kenapa dia tahu? Yang pasti bukan hubungan batin.

Walau MeWTh tidak menggambarkan dengan jelas, tapi sudah kasi tahu jawabannya mew~. Masih belum jelas,mew? Sebelum MeWTh menjelaskan secara gamblang hal yang membimbing Shinichi pada Ai, silahkan buat analisis yang lebih jelas dengan menjawab poin2 di bawah ini (berasa guru ngasi soal ujian,mew~)

1. Apa Alasan Shinichi tahu Ai berbohong(kalo dirinya baik-baik saja),mew?
2. Apa Hal yang menjadi petunjuk akan keberadaan Ai. (dimanakah ai? part 2,mew).
3. Siapa Orang yang memberi email petunjuk pada Shinichi? *digaplok ama nee-chan karena kelewat mudah* dan apa arti kode 1241 O? Jelaskan cara pecahkan kodenya mew~

Dalam 10000 character, Bisakah jadi detektif sejati, mew? Yang paling benar dan paling cepat menjawab...jreng-jreng-jreng! Namanya akan MeWTh jadiin tokoh yang belum punya nama. Si ketua OSIS (baru sadar pas upload Alibi 6&7,mew~)!

MeWTh akan Upload Alibi 10 begitu ada yang menjawab dengan benar,mew~(alnya harus kasi nama ketua OSIS,mew~) sekalian mew edit dua Alibi terakhir (hiks..Hiks... kenapa komputer harus rusak,mew?) Tinggal 2 Alibi lagi dan the end. silahkan menjawab, plus nama yang di inginkan untuk jadi nama ketua OSIS mew~.


No comments:

Post a Comment