Alibi
9 :
This
world will never be What I expected
And if I don't belong Who would have guessed it?
And if I don't belong Who would have guessed it?
EDGE
Of HOPE
x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x
SUNDAY
x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x
07.07 PM
Nafas pendek menjelma jadi kepulan
awan tipis, lalu menghilang dalam ketiadaan di ruang luas yang kosong. Suara
detak jantung bagai dentang lonceng kuil, seolah memberi tahu keberadaannya
pada pemilik langkah yang berbalut jubah hitam. Meski kedua tangan mendekap
dada telanjangnya, degup jantung gadis itu tak juga redam. Punggungnya
bersandar tanpa daya ke pilar dingin yang menyembunyikan sosoknya.
Gadis jenius yang setahun lalu tak
takut pada apapun, kini tersudut, merapatkan kain terpal kesekeliling tubuhnya,
harap dapat hangatkan tubuhnya yang menggigil. Tapi kehangatan itu tidak
datang, sama seperti harapan akan datangnya sang penolong.
Langkah-langkah yang berat semakin
mendekat.
Di bawah rambut kemerahannya,
sepasang mata memandang siluet pria berjubah,penuh ketakutan dan kengerian yang
menghentikan nafasnya. Siluet dari laki-laki yang terus memburunya. Bayangan
keputusasaan menyelimutinya.
"Kudo..." batinnya
merintih. Menangis dan menjerit memohon pertolongan, tapi semua tak terucap.
Semua harapan telah hancur sama seperti handphone yang patah di sampingnya.
Senyum lirih tersungging "Tidak... dia tidak akan-.. dia tidak boleh
datang..."
Ya...Pelariannya telah berakhir.
Gadis itu merasakan pandangan
malaikat maut menembusnya. Mengantarkan kematian pada sang penghianat.
Tidak, tidak kenapa. Karena tidak
ada yang akan menangisi kematiannya. Karena dia tidak memiliki apapun, dan
tidak dimiliki siapapun. Tidak keluarga, tidak sahabat, tidak pula musim panas
yang menyesakkan.
Ya, aku ini hanya manusia kosong
tanpa apapun yang mengikatku ke dunia... semua sudah terlambat, tidak ada
apa-apa untukku sekarang kecuali kematian.
Ai memejamkan matanya. Memasrahkan
jiwanya.
Tuhan, jika kau benar ada, cabut
nyawaku, sekarang... saat ini, di tempat ini
"Akhirnya kau ku temukan"
This
world will never be What I expected
And if I don't belong Who would have guessed it?
And if I don't belong Who would have guessed it?
A/N : Mew! Maaf MeWTh mganggu di
tengah cerita. Penyakit bawaan MeWTh sejak nulis RADIO M!. XP. Dan akhirnya
yang baca tahu Aslinya satu adegan prelude di potong dari chapter ini,mew~. MeHehehe...
Well, saatnya Alibi terpanjang diluncurkan,mew~. Waktu mew ketik, ada kitaran
16 halaman, 2 kali lipat yang biasa,mew~(tambah authornote jadi berapa panjang
ya,mew?). Untuk menikmati Klimaks Edge of Hope, lakukan hal di bawah
ini,mew~:
1. Perbaiki posisi duduk,renggangkan
tubuh, dan siapkan minuman bilaperlu mew~`
2. putar lagu paling mellow di
komputer (Three Days Grace- Never too Late.. direkomendasikan Mew~). Lagu ind,
japan or barat yang paling sedih,mew~!
3. PALING PENTING. Siapkan JAWABAN
pertanyaan dari Alibi sebelumnya. (DILARANG NYONTEK,NGINTIP,BACA SEKILAS DAN
APAPUN BAHASANYA,Mew~! Buat yang belum punya jawaban, klik previous, baca,
jawab, lalu kembali ke mari MEW~!).
Setelah melakukan itu, dijamin baca
Alibi ini makin seru mew~;).
Dan selamat membaca mew~!
EITS! Yang belum kasih jawaban
pertanyaan di Alibi8 putar balik,mew!
Ps:Maap kalo alur maju-mundur dan
perpindahan setting yang melompat2 bikin pusing,mew~. Tapi jujur MeWTh suka
banget nulisnya,mew~...
06.27 PM
"Aku... lelah..."
Ai melihat kesekelilingnya - begitu
luas dan kosong. Hanya seorang perempuan dewasa yang berselimutkan kain terpal
kotor dan makhluk pengerat liar menjadi satu-satunya denyut kehidupan di sini.
Ai memejamkan matanya, mengulang
kembali apa yang terjadi sejak dia memakan kue buatan Ayumi.
Pasti dia menggunakan paikaru untuk
kuenya. Dan aku terserang flu sehingga aku...Ai
melihat tubuh dewasanya yang sudah nyaris ia lupakan saat menjadi Ai Haibara. yah,
Untung saja reaksinya lamban, jadi aku masih sempat lari dari taman ke tempat
ini. Aku beruntung tidak ada satupun pekerja di dalam bangunan ini. Tapi semua
begitu menyakitkan.. aku pingsan karena rasa sakitnya. Dan begitu sadar, ada 13
mailbox dari Kudo, kupikir dia tahu keadaanku dan cemas karenanya, tapi ternyata...Ai
mengenggam Hp ditangannya erat.
Setidaknya aku sudah menelpon
Kudo,dan mengelabuinya. lalu semua kontak... Ai
mematahkan HP ditangannya. Harus terputus.
Suara engsel Hp yang hancur menjadi
satu-satunya nada yang tersisa selain desah nafas Ai yang berkejaran dengan
debar jantung. Seiring dengan peluh yang mengalir deras, membasahi tubuhnya.
Kurasa aku jadi gila. Menapaki
tangga untuk naik lebih tinggi, sementara tulangku terus tumbuh tak terkendali.
Nyerinya kulit terkoyak karena otot yang melesak keluar tak berhenti. Sejak
kasus Pisco kupikir aku takkan merasakannya Lagi. Tidak dengan rasa sakit yang
lebih dari itu. Kupikir aku akan mati... tak bisa kubayangkan Kudo rela melalui
ini berkali-kali demi Ran.
Senyum sinis tersungging penuh
keirian yang membuat hatinya semakin sakit.
Bagaimana dengan Kudo ya? Apa dia
bisa menemukan Ran? Semoga saja...
Senyum kembali tersungging, kali ini
murni. Di tengah dingin yang menyelimutinya ada perasaan aneh yang menyusup.
.
06.28 PM
Ran melirik ke Hp di tangannya.
Diam, tak bergetar maupun bernyanyi. Sedang hujan semakin girang menari. Dia
sedang berteduh di selasar toko cenderamata, menghindari tetes hujan. Namun
pikirannya melayang jauh, ketempat di mana hujan tak dapat sentuh.
"Ran-san... maaf menunggu lama.
Saya sudah membeli payungnya" seorang laki-laki tampan berkacamata oval
datang dengan sebuah payung berwarna transparan. "Anu, kalau misalnya
Ran-san mengkhawatirkan sesuatu, kita bisa langsung pulang" ketua OSIS
melirik ke arah tangan Ran yang menggenggap Hp. Kepada Ran dia memberikan
senyum hangatnya, menenangkan Hati Ran yang sedang gundah.
"Tidak apa-apa... " Ran
memasukkan Hp yang tak lagi aktif ke dalam tas tangannya. "Kafe hanya
tinggal melewati pintu selatan, sebelum itu... kita bisa ke rumah hantu
dulu"
"Tidak usah memaksakan
diri." Matanya yang lembut melewati pemikiran Ran. Dia tahu Ran paling
takut hantu. "Berjalan dibawah payung yang sama, ditengah hujan... itu
sudah sangat menyenangkan" kembali pandangan lembut yang teduh menenangkan
disampaikan pada Ran. "Bersama Ran-san sudah merupakan kebahagiaan bagi
saya"
Begitu baik dan pengertian. Begitu
romantis dan perhatian. Menepiskan egoisme pribadi bahkan harga diri untuknya.
Pria di hadapannya, bagaimana mungkin Ran bisa menolaknya jika dia menyatakan
cinta lagi?
Seandainya saja Shinichi mau sekali
saja mengatakan-...
Mungkin waktu itu, ketika makan
malam setelah drama sekolah. Ketika Shinichi akan mengatakan sesuatu padanya di
restoran. Tapi dia tidak pernah tahu apa sesuatu itu. Karena Shinichi tidak
kembali.
Matanya beralih pada tirai air yang
menetes dari genting. Menembus jauh ke jalanan kosong, mengharapkan ada
seseorang yang datang dan membawanya pergi dari sini. Dari kebaikan yang tak
dapat dia tanggung.
.
06.30 PM
"Maaf, jalan menuju (1241O)
dari pintu utara ditutup karena hujan menyebabkan jalur untuk pejalan kaki
menjadi licin,pengunjung diharapkan memutar atau menunggu 10 menit lagi...
pihak tropical land memohon maaf atas gangguan yang ditimbulkan"
Suara dari speaker disambut protes
dan omelan dari pengunjung, namun lebih banyak yang tak peduli karena mereka
sibuk berteduh dari hujan yang semakin deras. Beberapa diantaranya tak
mendengarkan pengumuman karena suara penjual jas hujan menutupinya. Namun ada
seorang pemuda yang tidak melambatkan kecepatan larinya di tengah hujan yang
mendera.
Shinichi berlari, tak peduli pada
hujan yang semakin membasahi tubuhnya. "Tunggu aku. Kali ini aku akan
datang... aku takkan terlambat"
I
will not leave alone, Everything that I own
To make you feel like it's not too late
It's never too late
To make you feel like it's not too late
It's never too late
.
06.37 PM
"Dai~Dai~ Dai~ Dai-sakana...
Boku no dai-sakana~ " lagu ngaco Genta untuk memanggil ikan besar
terdengar riang. Lagu yang artinya besar-besar-besar- ikan yang besar...
ikan yang besar hanya milikku! itu keluar sepanjang hari dari mulut Genta
sampai kedua orang tuanya nyaris mati bosan. Tapi itu hanya sampai 5 detik yang
lalu.
"UWAAAAAAAAAA!" Genta
berteriak ketika angin kencang mulai berhembus. Meski petir sudah menyambar
berkali-kali sejak Genta dengan semangat ajaibnya tetap berusaha memancing dan
menjaga nyala api untukmembakar ikan. Tapi akhirnya semangat itu padam seperti
api di tungku ketika hujan akhirnya turun.
-TIDAAAAAAAAAAKKKKKKKKKKKKK!-
sebenarnya dia ingin berteriak seperti itu. Tapi hal itu dibatalkan ketika dia
melihat dua paman berjubah hitam lengkap dengan topi dan kacamata keluar dari
dalam mobil poruchi. Mirip mafia yang sering dia saksikan di film-film
detektif. Teriakan 'tidak' tertelan rasa ingin tahu.
Genta melangkah, berusaha menembus
hujan untuk mengungkap siapa orang-orang itu. Tapi ayah dan ibunya lebih dulu
menyeretnya untuk berteduh, sementara dua sosokmirip mafia itu lenyap dalam
bangunan tua.
.
06.39 PM
Ayumi diam-diam mengganti chanel
National Geographic yang seharian penuh disetel ibunya ke acara gosip artis.
Dia mau melihat Yoko, minimal merekam wajah paman Kogoro yang histeris. Tapi
baru saja dia mengganti chanel, ibunya sudah berdiri diantaranya dan TV.
"Ayumi! Menonton acara gosip
itu tidak baik!"
Teriakan mamanya menutupi suara TV
dan juga berita tentang Yoko Okino. Bahkan Kilat di luar rumah kalah keras
dengan suara ibunya.
"Maaf mama..." air mata
mengintip dari sudut mata Ayumi.
Detik ini Ayumi merasakan dirinya
sebagai orang yang paling malang di seluruh dunia.
.
-Pada saat yang bersamaan...
ditempat yang berlainan-
Setiap Ran menoleh kesamping,
matanya selalu beradu dengan kelembutan di balik kacamata. Ketua OSIS selalu
menatapnya, tak pernah melepaskan pandangan. Dia tidak seperti Shinichi yang
matanya melihat ke sekeliling tanpa lelah, mengamati semua orang selain
dirinya. Dan kemudian lenyap begitu saja saat melihat kasus yang menarik. Dia
juga tidak dengan sengaja memancing pertengkaran sehingga membuat Ran harus
mengeluarkan jurus karatenya.
Suasana di bawah payung begitu
syahdu, mereka berbagi earphone dari handphone Ran, mendengar lagu sendu. Lebih
tepatnya stasiun radio yang entah kenapa terus memutar lagu roman yang mengiris
kalbu. Tentang cinta, kesetiaan dan perpisahan. Bersama Shinichi dia tak akan
sempat mendengar apapun selain analisisnya yang selalu mencengangkan. Jika
tidak, Shinichi akan terus menerus menceritakan tentang Holmes sampai telinga
Ran membusuk. Ran takkan bisa mendengarkan lagu, karena saat itu Shinichi bisa
pergi mengejar kasus.
Semua begitu berbeda dengan kencan
terakhirnya bersama Shinichi. Ran mendongakkan kepalanya, melihat menembus
plastik payung transparan pada langit yang kelabu. Menahan agar air matanya tak
keluar.
Meskipun menyebalkan, dia selalu
tertawa disampingnya.
Shinichi...
.
06.44 PM
Heiji menganggkat Hpnya yang
bergetar saat berada dalam Taxi. Tentu saja tujuan taxinya adalah ke Tropical
Land untuk melihat bagaimana Shinichi Kudo melamar (atau dicampakkan?) Ran.
Permohonan Shinichi baginya hanya angin lalu. Anjing menggonggong kafilah
berlalu.
"Halo...?" Heiji
menurunkan suaranya saat mendengar jawaban di seberang telepon. "Posisiku?
Di dalam taxi, menuju ketempatmu kurasa, 10 sampai 15 menit lagi
sampai."Heiji terdiam, raut wajahnya berubah serius "Ada masalah apa?"
Heiji terkesiap. "Baik, aku akan melakukannya. Dimana tempatnya?"
Melihat Heiji bicara pelan, Kazuha
menajamkan telinga. Dan kali ini dia mendengarkan dengan jelas apa yang
dikatakan Heiji sebelum menutup telpon "Baik, Kudo. Semoga kau
berhasil"
"Hei! Tadi itu dari Kudo
ya?" Kazuha langsung menyerang Heiji.
"Ku.. Kyudo!" Heiji
menjauhkan wajahnya dari Kazuha dan menjawab dengan tergagap. "Klub Kyudo
di sekolah nitip beberapa peralatan memanah yang hanya ada di Tokyo. Dan aku
bilang akan segera kesana!" semangat khas Osaka yang dia keluarkan
ternyata justru menambah api kecurigaan Kazuha.
"Oh, begitu ya?"
.
06.49 PM
Ai tersentak. Seluruh indranya
menajam. Bau organisasi yang tak asing tercium samar, terbawa oleh angin dan
hujan.
Ti...tidak mungkin. Kenapa baru
tercium sekarang? Dari tadi aku di taman, tapi sama sekali tidak ada terasa-...
Tidak mungkin perasaanku semakin tumpul... Kenapa? Kenapa datang sekarang!
Kenapa harus yang datang harus mere-?
"DEG!" Ai menyadari
sesuatu. Harapan yang dia kira mati perlahan menggeliat.
Kenapa harus mereka? Apa yang
kupikirkan? Memangnya siapa yang kuharapkan datang? Tidak akan ada seorangpun
yang akan mencariku selain mereka kan?
Ai memaksakan dirinya bangkit meski
seluruh engsel tubuhnya menjerit, Ai menggigit bibir bawahnya hingga darah
mewarnai bibirnya yang pink pucat dengan merah yang merekah. Air matanya
mengalir, menggantikan mulutnya untuk meneriakkan rasa sakit. Sakit di dalam
perasaan dan tubuhnya.
Aku harus naik lebih tinggi lagi...
aku harus bertahan. Aku harus...
Bertahan hidup, untuk apa? Sebagai
apa? Tak ada seorangpun di luar sana yang menginginkan Shiho Miyano. Shinichi
Kudo? Dia berjanji akan melindunginya, tapi itu hanya karena dia
berhubungan dengan APTX 4869. Tak beda dengan organisasi. Dia sama saja,
kan? Perlahan... Air mata mengalir lebih deras. Gigi Ai bergemerutuk,
beradu keras - mengeluarkan darah dari gusinya. Untuk apa air mata ini?
Untuk rasa sakit atau dia?
Ai tertawa dalam tangisnya.
Aku ini idiot ya... kenapa aku terus
memikirkan dia... Musim panas sama sekali tidak cocok untuk meminum Sherry.
Sherry hanya cocok untuk malam gelap di musim dingin.
Untuk apa aku bertahan? Lebih baik
aku mati dengan membawa rahasiamu kan Kudo? Iya, kan? Katakan padaku, Kudo...
.
06.50 PM
Vodka berusaha berjalan di belakang
Gin dengan terseok-seok. Meski mereka sering sekali melakukan pekerjaan dalam
kegelapan, tapi kondisi bangunan yang berantakan membuatnya tersandung
berkali-kali. "Kak, apa benar kita tak memerlukan peralatan apapun?"
Vodka melihat kesekelilingnya, cahaya senternya memang tak menemukan satupun
pintu untuk di dobrak maupun lemari. Yang tersisa hanya pilar. Tapi tetap
saja...
Gin berhenti melangkah.
"Ssst..." tangan Gin menunjuk kelangit-langit. "Penghianat itu
ada di sana bersama para tikus"
Senyum Gin melebar, matanya
berkilat. "Hilangkan baumu Vodka, mangsa sudah di depan mata" Vodka
kembali bergidik ketika mematikan senternya. Mata Gin yang jauh lebih terang
dari senter, menembus dalam kegelapan.
Meski sudah bertahun-tahun
mendampingi Gin, Vodka tetap tidak pernah biasa dengan pandangan mata Gin.
Karena itu dia selalu mengenakan kacamata hitam. Karena tak mampu melihat
langsung mata Gin. Mata yang cerdik, genius, namun tak memiliki emosi selain
untuk menghancurkan. Psikopat? Bukan, tapi sesuatu yang lebih tinggi dari itu.
Seperti seorang Dewa Kematian.
.
06.51 PM
Tiga orang gadis menangis, pada
waktu yang sama dalam kondisi yang beda.
Seorang gadis kecil, menangis karena
tak mengerti ungkapan kasih sayang ibunya.
Gadis lain tak boleh mengalirkan air
mata walau ingin. Dia menangis hanya dalam hatinya, ditemani hujan yang
menghujam. Semua karena terus memendam kerinduan dan cinta suci. Dia menangis
menanggung cinta dan penantian yang tak kunjung berakhir.
Seorang lagi tidak mengerti kenapa
dia menangis, entah karena rasa sakit di tubuh atau emosi yang asing. Orang
yang bahkan melupakan bahwa dirinya hanyalah seorang gadis, menangis dalam
kebingungan. Seorang gadis yang bahkan sudah lupa seperti apa rasanya menjadi
manusia 'hidup'.
Sementara itu, seolah mendengarkan
tangisan para gadis, Shinichi menatap lurus kedepan. Pandangannya fokus ke satu
titik. Jauh ke depan.
Tunggu aku. Tunggu aku... tunggu
aku!
Bagai sebuah mantra, kata-kata itu
terus terulang. Dititipkan pada angin dan hujan, disampaikan kepada tiga gadis
itu untuk menyalakan sedikit api harapan.
Even
if I say, It'll be alright
Still I hear you say, You want to end your life
Now and again we try, To just stay alive
Maybe we'll turn it all around
'Cause it's not too late
It's never too late
Still I hear you say, You want to end your life
Now and again we try, To just stay alive
Maybe we'll turn it all around
'Cause it's not too late
It's never too late
+-+-+
06.55 PM
Lima menit lagi.
Dan Ran hanya bisa memandang jam
besar yang menghiasi meja kasir. Harapannya perlahan pupus. Tapi bayangannya
akan Shinichi semakin kuat.
Lima menit lagi
Dan bayangan Shinichi yang masuk
dari pintu tempat makan malamnya terlihat, ketika Ran menutup kedua matanya.
Namun begitu matanya terbuka, pintu itu masih tertutup dan yang duduk di
hadapannya adalah orang yang sama sekali bukan Shinichi.
Empat Menit lagi
Dan Ran terus menunggu sambil
tersenyum. Dia tersenyum Karena tidak ingin terlihat buruk ketika Shinichi
datang. Walau pantulannya dalam gelas menunjukkan sebuah tangis yang tak
tertahankan.
.
06.59 PM
"Akai!"seorang wanita
asing memanggil pria bertopi rajut hitam dengan logat Jepangnya yang kacau.
"Kau yakin mereka akan datang ke sini?" Wanita itu sebenarnya ingin
juga menanyakan kenapa pria bertopi rajut itu berjalan keluar ditengah hujan
lalu kembali tanpa mengatakan apapun,tapi...
Pria itu hanya diam. Dia memandang
langit yang warnanya beralih dari kelabu menuju hitam. Dan seekor gagak,
tersesat dalam hujan berputar-putar di sana. Seolah mengabarkan datangnya
kematian.
"Shuichi Akai!" pangggil
wanita itu lagi.
Akai meletakkan jari telunjuknya di
bibir. "Si perak, dia akan datang setelah menghancurkan mangsanya. Tapi
sayangnya..." Akai terdiam. Dia menutup matanya. "Lama-lama berdiri
diluar seperti ini membuat kakiku sakit. Bagaimana kalau kita menonton
pertunjukan musik lagi Joddie?"
Joddie menghela nafas panjang.
"Sepanjang konser tadi kau tertidur dengan pulas, dan sekarang kau ingin
mendengarkannya, lagi?" Akai memberikan senyumnya yang langka sebagai
jawaban.
Joddie sadar, percuma berdebat
dengan orang satu ini. Dia memang gila dan semakin gila ketika kekasihnya
pergi. Joddie tidak ingin tertular gilanya sehingga memutuskan untuk menyerah.
Shuichi Akai melihat keluar Concert
Hall dan matanya menangkap kegelapan serta harapan di langit yang semakin
kelam. "Jangan mati dulu, Shiho..."
.
07.00 PM
Shinichi terengah. Dia memegangi
kedua lututnya. Kakinya gemetar, sementara jam kota mulai berdentang,
memberitahu waktu padanya...
Teng...
Shinichi mendongakkan kepalanya ke
langit.
Teng...
Hujan membasahi wajahnya. Menambah
dingin pada kulit yang pucat.
Teng...
Aku belum terlambat kan?
Shinichi melihat jari-jarinya yang
keriput dan memutih. Dia tidak ingat sudah berapa lama dia berlari dalam hujan.
Teng...
Sial! Bagaimana mungkin aku
menemuinya dalam keadaan seperti ini. Aku tak boleh kelihatan lemah di
depannya.
Rasa dingin perlahan kembali terasa
di tubuhnya yang kebas.
Teng...
Aku akan datang. Karena itu, jangan
menangis lagi...
Teng...
Shinichi menegakkan punggungnya.
Gemetar di kakinya mulai berhenti
Teng...
Aku datang!
.
07.01 PM
Ai tidak mampu lagi bergerak. Dia
bersandar pada pilar di sudut lantai 3. Hanya kain terpal menyeimuti tubuhnya,
dasi pengubah suara dan handphone yang telah rusak tergenggam di tangannya.
Yang ada dalam benaknya kini bagaimana untuk menghancurkan semua yang menjadi
benang merah dirinya dengan dunia luar. Dunia musim panas yang sudah berakhir.
Ai melihat pantulan dirinya di
pecahan kaca. Begitu kotor, jelek dan lemah. Wajah yang dipenuhi air mata dan
memamerkan kerapuhan. Dia benci saat refleksinya terpantul di cermin dan
menunjukkan dirinya dibalik topeng keangkuhan, dirinya di balik benteng pasir
kekuatan. Dia yang begitu salah.
No
one will ever see - This side reflected
And if there's something wrong - Who would have guessed it
And if there's something wrong - Who would have guessed it
07.03 PM
Gin dan Vodka berjalan perlahan.
Sedikit lagi dan mereka akan sampai
ke tujuan. Cukup beberapa langkah tanpa suara.. tapi pecahan kaca yang terinjak
menjadi bunyi satu-satunya... membuat sesuatu tersadar.
"wah... 'bau' kita sepertinya
sudah tercium oleh mereka..."
Gin mengeluarkan pistolnya.
"Saatnya menyanyikan
Requiem"
.
07.05 PM
Terkadang, untuk mendapatkan
sesuatu, kita harus mengorbankan hal yang telah kita miliki. Atau mungkin
sebaliknya... ketika kau kehilangan sesuatu yang berharga, maka akan ada
sesuatu yang lain sebagai penggantinya.
Seperti Beethoven. Kehilangan
pendengarannya justru memanggil karya-karya yang menjadi legenda.
Tapi Akai tidak suka prinsip ini.
Karena dia sudah kehilangan semua yang dimiliki, tapi tak pernah ada
yang datang sebagai pengganti. Semuanya telah direbut organisasi. Tak ada yang
tersisa.
Akai berjalan keluar dari Concert
Hall yang mulai terisi. Dan menemukan seorang anak lelaki memeluk hadiah
perlindungan bagi cinta pertamanya. Dia, Mitsuhiko, melindungi hadiah untuk
cinta pertamanya. Sedangkan Akai bagai pecundang besar di hadapannya. Anggota
FBI terbaik yang bahkan tidak bisa melindungi orang yang dia cintai. Tidak pula
'benda berharga' milik wanita yang dia cintai.
Akai berjalan keluar, merasakan
hujan menyentuhnya. Memanggilnya untuk menyelamatkan apa yang tersisa.
.
07.07 pm
Dan semua kilasan masa lalu
berakhir. Tiba ke masa kini pada gadis yang tersudut dalam keinginannya untuk
mati.
Menghianati harapan yang terpatri
dalam hati.
.
07.08 pm
Ya, aku ini hanya manusia kosong
tanpa apapun... semua sudah terlambat, tidak ada apa-apa untukku sekarang
kecuali kematian.
Meski terus mengungkapkan keinginan
untuk mati, ketakutan tetap memeluknya erat. Dulu dia bisa tanpa ragu menenggak
racun. Tapi sekarang dia merasakan takut, kesedihan dan... penyesalan.
Penyesalan karena tidak menikmati
setiap waktu bersama detektif cilik, bersama profesor Agasa, bersama Ran..
bersama semua diluar organisasi. Penyesalan karena tidak pernah bersikap jujur
pada perasaannya sendiri.
Penyesalan... bahwa semua sudah
terlambat.
Tuhan, jika kau benar ada, cabut
nyawaku, sekarang... saat ini, di tempat ini
Bayangan orang-orang yang
dicintainya berkelebatan. Akemi Miyano memandangnya sendu, lalu Conan
Edogawa...dia mengulurkan tangannya dan berteriak dibenaknya Jangan menyerah
Haibara!
"Akhirnya kau ku temukan"
Mata Ai membesar. Menatap sosok
dalam balutan jubah hitam. Bukan jubah, tapi mantel hujan yang menyerupai
jubah. Dan ketika petir menyambar, Ai sadar akan hal yang membuat jantungnya
berhenti berdetak sesaat, yang ada di hadapannya bukan Anggota organisasi
tapi...
"Kudo...?" Apa ini yang
disebut bayangan menjelang kematian. Apakah dia nyata?.
Mantel hujan melapisi tubuh Ai
menggantikan terpal kotor. "Sementara pakai ini dulu" sosok yang
bagai halusinasi di depan mata Ai melepaskan blazer SMA Teitan "Dan pakai
ini juga. Sedikit basah,tapi lebih baik dari tidak." Ai menyentuh blazer
basah ditangannya. Nyata- bukan bayangan. Seharusnya Kudo menemui Ran. Tapi
kenapa dia ada di sini. "Aku akan segera mencarikanmu baju kering,
jadi-"
"Kudo?"Ai menyebut nama
itu lagi. Dia merasa alam pikirannya sekarang campur aduk dengan
khayalan,mimpi, sesuatu yang irrasional. Semua emosi yang tak dikenal tercampur
dalam dada Ai. "Kudo?" Kepala Ai kosong, dia tidak bisa memikirkan
apapun selain keberadaan orang di hadapannya. "Kudo..." Gigil yang
timbul oleh rasa takut telah pergi, berganti kehangatan yang begitu kuat.
Tuhan... kenapa, kenapa kau biarkan
aku bertemu laki-laki sebodoh dia? Kenapa tidak kau ambil saja nyawaku waktu di
kamar asap? Kenapa pada saat aku sudah siap untuk mati kau kirimkan dia? Kenapa
dia harus terus memberikan harapan padaku... kenapa? Kenapa hatiku hangat saat
dia menemukanku...?
"Iya, ini aku..." Shinichi
berlutut di depan Ai yang bersandar lemas lalu menggenggam tangannya sedingin
es. Memberi tahu kalau dirinya bukan khayalan apalagi bayangan. "Dan
Haibara..." Shinichi memandangnya lurus, lalu mengatakan dengan tegas dan
jujur "Tidak kusangka kau benar-benar perempuan" dan segera
mengalihkan pandangan dari belahan dada Ai yang menyembul dibalik jas hujan.
Seharusnya kata-kata itu akan
dibalas dengan kemarahan, tatapan tajam atau perkataan sadis. Tapi kali ini, Ai
hanya diam. Bibirnya bergetar, tubuhnya gemetar. Sesuatu yang telah ia pendam
akhirnya bergejolak, menyeruak keluar. matanya berkaca-kaca, berlinang kilauan
air dalam kegelapan mata. Mengabaikan semua topeng kebohongan dan pakaian keangkuhan
yang selalu ia kenakan, Ai menangis.
And
I have left alone - Everything that I own
To make you feel like It's not too late
It's never too late
To make you feel like It's not too late
It's never too late
Ran melihat ke pintu cafe...
Dia masih menunggu Shinichi datang
dan membuka pintu itu.
Menunggunya datang dan mengatakan
apa yang selalu Shinichi ingin katakan. Hal yang selalu ingin Ran dengar.
"Shinichi..."
Mie napolitan di atas meja yang
mendingin menjadi asin karena air yang menitik dari wajah Ran.
+-+-+
The world we knew Won't come back
The time we've lost Can't get back
The life we had Won't be ours again
(Three Days Grace- Never too Late)
x-x-x-x-x-x
This
world will never be – What I expected
And if I don't belong...
And if I don't belong...
x-x-x-x-x-x
~MeWTh~
x-x-x-x-x-x
Jawaban soal pertama, Shinichi pergi
menemui Ai! Karena dia tahu Ai tidak baik-baik saja seperti yang dia katakan.
Kenapa dia tahu? Yang pasti bukan hubungan batin.
Walau MeWTh tidak menggambarkan
dengan jelas, tapi sudah kasi tahu jawabannya mew~. Masih belum jelas,mew?
Sebelum MeWTh menjelaskan secara gamblang hal yang membimbing Shinichi pada Ai,
silahkan buat analisis yang lebih jelas dengan menjawab poin2 di bawah ini
(berasa guru ngasi soal ujian,mew~)
1. Apa Alasan Shinichi tahu Ai
berbohong(kalo dirinya baik-baik saja),mew?
2. Apa Hal yang menjadi petunjuk
akan keberadaan Ai. (dimanakah ai? part 2,mew).
3. Siapa Orang yang memberi email
petunjuk pada Shinichi? *digaplok ama nee-chan karena kelewat mudah* dan apa
arti kode 1241 O? Jelaskan cara pecahkan kodenya mew~
Dalam 10000 character, Bisakah jadi
detektif sejati, mew? Yang paling benar dan paling cepat
menjawab...jreng-jreng-jreng! Namanya akan MeWTh jadiin tokoh yang belum punya
nama. Si ketua OSIS (baru sadar pas upload Alibi 6&7,mew~)!
MeWTh akan Upload Alibi 10 begitu
ada yang menjawab dengan benar,mew~(alnya harus kasi nama ketua OSIS,mew~)
sekalian mew edit dua Alibi terakhir (hiks..Hiks... kenapa komputer harus
rusak,mew?) Tinggal 2 Alibi lagi dan the end. silahkan menjawab, plus nama yang
di inginkan untuk jadi nama ketua OSIS mew~.
No comments:
Post a Comment