Aku –Shiho Miyano- dan Conan, atau sekarang
lebih tepat di sebut Shinichi mencoba untuk melarikan diri. Namun sialnya aku
malah pingsan karena kelelahan. Atau mungkin aku salah membuat obat?
Chapter 4 | The End
Uh.. Uh.. Sepertinya aku mulai sadar. Karena
aku merasakan tanganku sakit sekali. Padahal tadi aku hanya mendobrak 2 pintu.
Seluruh tubuhku terasa lemas. Bahkan membuka kelopak mataku saja sulit.
“Haibara kau sudah sadar?” sepertinya itu suara
Shinichi.
“hh.. hh..” ada apa ini? Berbicara pun aku tak
bisa? Benar benar payah.
“Haibara, sepertinya kau terkena racun. Apakah
kau memakan sesuatu tadi?”
Racun? Bagaimana bisa? Aku tidak memakan apapun
sejak aku dikurung. Sesuai dugaanku. Jadi inilah taktik ‘mereka’. ‘Mereka’
ingin aku mati secara perlahan. Dan merasakan sakit yang teramat sangat.
“Haibara, jawablah!” Suaranya terdengar panic..
Dia mengguncangkan tubuhku. Tapi hal itu justru membuat tubuhku semakin sakit.
Mungkin racunnya semakin menyebar.
Bagaimana denganmu Shinichi? Kenapa kau tidak
kabur saja. Aku piker itu lebih baik. Kalau aku bisa berbicara, rasanya aku
ingin memakimu yang hanya diam disisiku. Atau kau senasib denganku yang tidak
bisa bergerak?
“Ai-kun!” hakase? Apa itu hakase?
“Siapa mereka professor?” apa itu suara
detektif cilik?
“Sepertinya mereka terluka parah. Bantu aku
untuk menggendongnya.” Aku tidak kenal suara ini. Tapi jika mereka datang
bersama hakase, berarti mereka orang baik –semoga-. Kenapa kalian kemari?
Padahal ini sangat berbahaya.
O o o o o O
Di rumah sakit.
“Apa kau sudah sadar?” Hakase bertanya.
“Di mana ini?” aku balik bertanya.
“Kau sedang berada di rumah sakit.” Sepertinya
Hakase habis menangis.
“Halo kakak.. Kakak saudaranya Haibara-san ya?
Haibara di mana sekarang?” detektif cilik juga ada di sini rupanya. Tunggu!
Tadi mereka memanggilku apa? Kakak? Berarti aku masih menjadi sorang Shiho
Miyano. Bagaimana bisa? Padahal obat yang kuminum hanya setengah. Berarti si
detektif itu juga?
“Syukurlah kau sudah sadar.” Itu.. Itu Conan.
Mengapa Shinichi sudah menjadi Conan lagi? Adakah yang salah dengan obat yang
kubuat?
“Ai.. Mmm.. Maksudku Shiho, menurut dokter kamu
terkena racun dari luka yang ada di tanganmu. Memangnya kau sedang berusaha
bunuh diri lalu menambahkan racun pada pisaumu?” hakase mulai bertanya.
Aku berfikir sejenak. Oh aku ingat. Guci itu.
“Semua gara gara guci itu.” Lalu aku ceritakan tentang aku yang di sekap. Tapi
aku tidak bercerita kalau aku bertemu Vermouth.
“Oh begitu. Tapi syukurlah kau bisa bertahan
dengan racun itu. Kau tidak sadarkan diri selama seminggu.”
Apa? Seminggu? Ini gawat. Aku menjadi Shiho
Miyano selama seminggu!! Bagaimana mungkin?
O o o o o O
Beberapa hari kemudian, aku diijinkan pulang.
Akhirnya aku bisa kembali ke rumah. Tapi aku tak juga mengerti. Mengapa aku belum
kembali menjadi Ai? Ah sudahlah.
Aku tidur di kamarku. Profesor sangat baik
padaku. Dia merawatku dengan tulus.
Tok.. tok.. tok.. Pintu kamarku di ketuk
seseorang.
“Siapa itu?” tanyaku?
“ini aku.” Oh rupanya itu suara Edogawa-kun.
“Ada apa? Tanyaku dingin.”
“Dalam wujud apapun kau tetap dingin ya
Haibara?”
“Terserah apa katamu. Mengapa kau mencariku?”
“Aku hanya ingin melihat keadaanmu saja.”
“Melihat keadaanku yang tak kunjung menjadi Ai
lagi. Begitu kah?”
Dia hanya tersenyum. “Aku hanya tidak mengerti.
Padahal kita memakan obat yang sama dalam jumlah yang sama. Tapi kenapa efeknya
bertahan lama padamu?”
“Aku juga tidak tahu. Tapi sepertinya karena
racun itu. Oh ya Conan. Waktu kau menjadi Shinichi, Kau pakai baju siapa?”
Mukanya memerah. Lucu sekali. “itu… Aku tidak
sengaja menemukannya di sebuah lubang di dekat sana. Di dalam lubang itu ada baju
yang dipakai oleh orang tambun yang kita jumpai di perkemahan.”
“ini terlalu aneh untuk di sebut sebuah
kebetulan. Sepertinya ‘mereka’ masih berbelas kepada kita. Dan tak ingin
melihat kita kedinginan.”
“Sepertinya begitu. Ngomong ngomong Haibara..”
“Apa?”
“Kau berat sekali waktu kugendong.”
Kalau aku tidak sedang sakit, pasti sudah aku
pukul kepalanya. Jadi aku hanya menatap sinis padanya
“Oh ya. Kapan kau menjadi Conan lagi?”
“Hmm… Sesaat sebelum pertolongan datang. Aku
berusaha untuk tidak berteriak.”
“Cepat sekali efek obat itu di tubuhmu,” Deg..
Oh tidak.. Deg.. deg.. Keringat mulai mengucur membasahi tubuhku.
“Kau tidak apa apa Haibara?”
“Cepat keluar!”
“Haibara!”
“Ku bilang KELUAR!” Sepertinya bocah itu
mengerti.
Deg.. Sakit sekali.. Dan… “AAARRRGGGHHHHHHHHHH …..”
aku menjerit kesakitan.
“Ai-kun. Kau tidak apa apa?” Profesor mengetuk
–memukul—pintu dengan keras sambil berteriak.
Dengan santai aku membuka pintu, tentunya
setelah mengganti pakaianku.
“Kau sudah kembali?” Hakase heran. “Aku pikir
kau akan tetap menjadi Shiho.”
“Sudahlah jangan terlalu heran begitu. Sudah
ya. Aku ingin beristirahat.” Aku kembali menutup pintu.
Aku bersyukur kembali menjadi Ai. Karena aku
lebih mencintai kehidupanku sebagai seorang Ai Haibara..
O o o o o O
Normal pov
“Menakjubkan sekali. Pengkhianat itu bisa
menjadi anak anak dan menjadi seorang dewasa dalam waktu yang sangat singkat.
Ternyata perkataanmu benar. Vermouth.” Gin tersenyum sinis melihat video yang
diambil dari kamera tersembunyi dibeberapa tempat.
“Akhirnya kau percaya juga. Sekarang dari data
yang kita kumpulkan, kita akan hancurkan dia sekalian dengan tikus yang serupa
dengannya.” Vermouth menjawab.
“bersihkan semuanya…”
Ceritanya tambah ke sini tambah garing. Betul (betuuullll).. Ceritanya ga nyambung dan terlalu banyak menghayalnya. Alasan kurang logis. ya mau diapain lagi. Akunya ga bakat menjadi penulis sih. apa lagi penulis cerita misteri / detektif2an.
Oh ia Hakase itu artinya profesor..
Tolong komen ya supaya fic aku ke depannya ga ancur kaya ini.
Sekedar saran:
ReplyDeletepakai readmore aja (disetiap posting), biar nambahin visitor + pageview... Thanks for following!!
Makasih buat sarannya..
ReplyDeletelanjutin ceritanya dong..penasaran kelanjutannya gimana.. :3
ReplyDeletesebenernya aku bingung mau gimana kelanjutannya. jadi dibiarkan aja ngegantung dulu. haha
DeleteKunjungi blog ku di ariannemaria.blogspot.com^^
ReplyDelete