Aku –Ai Haibara- memutuskan untuk menyelidiki
hal yang ganjil di tempat ini. Tapi sayangnya tantei-kun itu sudah
mendahuluiku. Sebelumnya, Profesor Agasa membekaliku dengan kaca mata pelacak
agar aku bisa menemukan Conan. Dan di tengah hutan, dia bertemu dengan
Vermouth. Sayangnya aku menjadi lengah. Dan aku dibius. Sekarang aku dan Conan
di kurung di tempat yang berbeda. Tapi sepertinya tidak terlalu jauh.
Chapter 3 | Pelarian
Ai’s pov
AKu merogoh sesuatu dari saku bajuku. Aku
melihat benda itu lekat lekat. Ini adalah satu satunya antidote yang kubuat
untuk Kudo. Kalau aku meminumnya.. Ah tidak. TIdak boleh. Setiap malam aku
begadang hanya untuk membuat antidote untuk Conan. Lalu dengan tubuh sekecil
ini bagaimana caranya lolos dari tempat ini?
Ah! Jangan terlalu banyak menganalisis seperti
seorang detektif. Karena aku bukan detektif. Sekarang yang perlu aku lakukan
adalah mengikuti kata hatiku. Karena kecil kemungkinan jubah hitam sampai
selengah ini. Jadi aku putuskan untuk.. Untuk.. Jangan bodoh Ai. Bagaimana dengan
Kudo-kun?
Traakk.. Aku mematahkan antidote itu menjadi
dua. Lalu meminum setengah bagian dari obat itu. Aku berencana memberikan
setengahnya lagi untuk Conan.
Degg.. Arhh mulai terasa. Dug.. ahhh.. Aku
harus menahan rasa sakit ini. Kalau ‘mereka’ sampai mendengar teriakanku,
habislah aku.. AAARRRRGGGHHH sakit sekali.. Tapi aku harus bisa bertahan.
Akhirnya aku bisa kembali ke keadaanku semula.
Menjadi seorang Shiho Miyano yang sangat menyedihkan. Sudahlah sekarang aku
harus cari cara untuk keluar. Untunglah di sini ada pakaian Arisa. Jadi aku
bisa meminjamnya untuk tubuh Shiho. Mendobrak pintu adalah hal yang bodoh. Tapi
ke mana lagi aku bisa keluar? Apa aku harus mencari tombol rahasia di sini? Ah
jangan bodoh Shiho!
Aku mendobrak pintu beberapa kali. Maklum
susunan otot dan syaraf dalam tubuhku belum stabil. Lagi pula aku bukanlah Ran
si jago Karate. Braakk!! Akhirnya bisa terbuka juga. Dan tanganku terasa cukup
sakit. Sepertinya bengkak setelah
mendobrak pintu dengan cukup keras. Sudah! Sekarang bukan saatnya
memikirkan diri sendiri. Aku harus menyelamatkan Conan, si bocah itu.
Kau tau apa yang kulihat setelah keluar? Ternyata
gubuk (atau lebih tepat disebut gudang pengap) tadi, ada di dalam goa. Pantas conan
bisa mendengar suara pecahan guci itu, walaupun hanya samar samar. Karena suaranya
akan menggema di dalam goa ini. Belum lagi Conan mendengar suara pecahan dari
badge.
Sekarang masalahnya, bagaimana cara menemukan
Conan di goa yang tak aku kenali. Mungkin saja goa ini tidak berujung. Aku
memegang keningku. Ah ia. Aku kan mengenakan kaca mata ini. Terima kasih Tuhan
karena aku masih diberi kemudahan.
Aku mengikuti petunjuk dari kaca mata.
Sepertinya sudah dekat. Tapi.. Eh.. Eh.. Sepertinya batre kaca mata mulai
habis. Ah sial. Aku merogoh saku untuk mengambil badge. Tapi sial! Badge itu
tertinggal di gubuk tadi. Dan sekarang aku harus benar benar mengandalkan suara
hatiku ditengah tubuhku yang sudah seperti timer hitung mundur.
Goa ini sangat membingungkan. Seingatku tadi,
aku cukup berjalan ke arah timur. Tapi di sana terbagi menjadi dua jalan..
Jalan kanan atau kiri.
“Ayo
kita mulai perjalanan kita dengan mengikuti jalan setapak itu.” Mitsuhiko
menunjuk jalan setapak yang berada tak terlalu jauh.
Kata kata Mitsuhiko kembali terngiang di
otakku. Baiklah aku akan mengambil jalan yang paling dekat. Aku pilih jalan
kiri. Dan benar saja. Setelah aku berjalan tak terlalu lama, aku menemukan
gubuk yang mirip denganku.
Aku mendobrak pintu itu dengan lengan atas
kiriku. Karena lengan kanan sudah terasa sakit karena tadi mendobrak pintu ‘kurunganku’.
Aku menemukan Conan yang sepertinya sudah lemas karena ruangan yang tertutup
rapat. Juga.. Astaga!! Sepertinya aku mengenali bau bau ini. Ini adalah gas
yang sama ketika aku dikurung di ruang gas dulu.
“Conan. Conan..” aku mengguncangkan tubuh bocah
itu dengan cukup keras. Aku sangat panic. Kenapa kau harus merasakannya juga?
Dia membuka matanya dan tersenyum. “Ai,, Apakah
itu kau? Cepat lari dari sini! Uhuk.. Uhuk..” katanya dengan lemas.
Aku dengan sigap menggendong tubuh mungilnya
dipunggungku dan berlari secepat mungkin. Tak kuhiraukan tanganku yang terasa
sangat menyakitkan. Apakah mereka melonggarkan pengawasan karena… Ah sudah yang
penting sekarang adalah kabur.
Aku berlari mengikuti kata hati. Tapi
sepertinya aku tersesat. Dan aku sudah tidak kuat lagi. Tapi kalau aku
berhenti, pasti mereka akan menangkapku, akan menangkapnya. ‘Mereka’ boleh saja
menangkapku. Tapi ‘mereka’ tidak boleh menangkapnya.
“Haibara.. Um.. Maksudku Miyano-neechan,
sebaiknya kau beristirahat dulu.” Conan sepertinya sudah mulai sadar dari efek gas itu. Untunglah tadi dia
tidak lebih lama lagi menghirup gas itu.
Tapi… Bruukk!! Akhirnya aku menyerah juga. Aku
terjatuh. Sepertinya Conan terlempar dari punggungku.
“Haibara.. Haibara…” Conan terlihat sangat panic.
“Kudo. Aku sudah membuat antidotenya. Maaf jika
aku terlambat memberinya kepadamu. Harusnya sejak tadi aku menyerahkannya. Dan
aku juga mohon maaf, karena aku sudah meminum setengahnya untuk kabur. Aku
tidak tau apa dengan setengah antidote, efeknya akan tahan lama. Ambilan ini.
Dan cepatlah lari. Tinggalkan aku di sini. Biarlah aku menyusul kedua orang
tuaku juga kakakku.” Setelah mengatakannya, aku tidak mengingat apa apa lagi.
O o o o o O
Di mana ini? Rasanya tubuhku lemas sekali. Eh? Apakah
ini mimpi? Aku sedang berada dalam gendongan.. Shinichi. Apakah aku sedang
berada di Surga? Tidak ini nyata! Tapi bagai mana caranya?
“Haibara. Apakah kau sudah sadar?” suaranya
terdengar berat. Seperti laki laki dewasa. Sepertinya ini memang Shinichi.
“kita ada di mana?” aku balik bertanya.
“kita baru keluar goa.” Jawabnya.
Sepertinya dia sangat lelah. Apa ini pengaruh
gas tadi? Dan sepertinya dia sudah cukup lelah menggendong seorang wanita
dewasa. Dan akhirnya dia terjatuh, maka aku juga terjatuh. Seluruh tubuhku
terasa sangat sakit. Sulit sekali untuk digerakan. Apakah aku salah membuat obat
atau memang umurku tinggal sebentar lagi?
Aku melihat Shinichi dengan samar samar. Sepertinya
dia sedang mencoba untuk bangun lagi namun tidak bisa.. Dan akhirnya aku
pingsan –lagi--.
Kayanya terlalu banyak pingsannya ya? Abis pusing. Ga bakat menulis. Apalagi cerita detektif gini dah..
Kira kira gimana yah abis mereka tidak sadarkan diri? Bakalan ketangkep atau mati?
liat aja nanti lah.. Kayanya di chapter ini harus banyak yang di rubah. Soalnya ceritanya ngawur. DI chap 2 juga banyak yang dirubah. Liat aja besok deh. Kalau ide aku membaiik, nanti aku benerin ficnya
No comments:
Post a Comment